Cast :
Alois Trancy, Claude Faustus, Sebastian Michaelis, dan CielPhantomhive
Genre : Action, Fiendship
Part : 2 from 2
Hari sudah pagi, tapi cuaca masih sama seperti kemarin. Hujan
lebat tak berhenti, bahkan langit pagi yangseharusnya cerah kini tertutupi awan
hitam pekat. Ciel—menggaruk-garuk kepala—sambil memperhatikan buku diary yang
ia temukan di laboratorium itu.
“anda sudah menemukan sesuatu, tuan muda?” tanya sang pelayan
yang sejak tadi berdiri di depannya.
“terlalu membingungkan” gumamnya, sambil menutup buku itu dan
meletakkannya di atas meja kerjanya,”disini ia hanya menuliskan mengenai
cara-cara mengubah manusia menjadi ‘iblis’ atau semacamnya. Tapi tak dijelaskan
mengapa ia ingin melakukannya” ia mendesah panjang, “walau ia sudah tak ada
lagi, itu tetap tak akan menghilangkan kemungkinan bahwa rencananya berhasil.
Dan kita harus bisa mengantisipasinya saat waktu itu tiba”
Sesaat, tiba-tiba Sebastian menoleh. Wajahnya agak pucat dan
sedikit aneh, membuat Ciel bertanya-tanya, “kau kenapa, Sebastian?”
“Ciel…kau sudah bangun?” bersamaan,Alois, dengan rambut
pirangnya yang masih acak-acakan dan memakai piyama—pertanda bahwa ia baru saja
bangun tidur—berdiri di muka pintu, “kau sedang apa? Sepertinya sedang tidak
senang”
“tidak juga” ia bangkit dari duduknya, “Sebastian, segera
siapkan sarapan pagi. Aku sudah lapar” dan memperhatikan temannya itu, “kau
juga segera ganti bajumu dan rapikan rambutmu. Kau benar-benar berantakan”
*
Entah mengapa, Alois tak berada di ruang makan pagi itu. Padahal
Ciel sengaja menunggu untuk bisa sarapan pagi dengannya—sampai 15 menit—tapi ia
tetap tak datang juga. Bahkan saat ia menyelesaikan sarapannya, ia tetap tak
datang juga. Ciel jadi sedikit khawatir, “ada apa dengan Alois?”
Suara langkah kakinya teredam di rumah yang mewah itu. Ia
berjalan dengan langkah lumayan lebar,menuju kamar Alois yang berada di sudut
lantai 2. Saat ia melihatnya, pintunya sedikit terbuka dan ia mendengar
suara-suara di baliknya.
Ia memelankan langkahnya dan berjalan semakin mendekati pintu.
Karena ia terlalu jauh dari kamarnya—ia takut
ketahuan—ia hanya dapat mendengar sepotong-potong kata saja.
“…kau menemukannya?”
“tidak tuan muda…”
“cih…kita harus segera mendapatkannya kembali sebelum ia
mengetahui rencana kita yang sebenarnya”
Ciel mencoba mengambil resiko dan semakin mendekat. Tapi hanya
langkah kecil saja, membuat Claude—sangiblis—menyadari ada orang lain selain
dirinya dan majikannya, “permisi sebentar, tuan muda” dan berjalan menuju
ambang pintu. Begitu sampai…
Tak ada siapa-siapa disana.
Ia menoleh ke kiri dan kekanan, memastikan tak ada siapapun,
sebelum akhirnya ia berbalik masuk kembali dan menutup pintu.
Jauh dari sana, tepatnya ditangga menuju ruang kerja Ciel yang
berada di lantai 3—jarak tangga dengan kamar Alois sejauh 10 meter—Sebastian
menutup mulut majikannya sambil memperhatikan situasi, ”sudah aman, tuan muda”
dan akhirnya melepaskan genggamannya. Ciel langsung bernapas lega.
Disaat keberadaan Ciel diketahui oleh Claude tadi,
Sebastian—yang merasakan majikannya sedang dalam masalah—langsung datang dan
membawanya pergi menjauh. Ciel—membetulkan kerah bajunya yang
berantakan—berdiri sambil memikirkan sesuatu, “ada apa dengan Alois? Sepertinya
ia sedang merencakan sesuatu”
“lalu…apakah anda memiliki rencana untuk mengetahuinya?” tanya
Sebastian dengan suara pelan.
Ciel menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, “yaah…dia ini
Alois. Aku rasa ia tak akan merencanakan sesuatu yang berbahaya. Sudahlah,
sebaiknya kau membantuku untukmengartikan apa maksud dari diary itu”
*
Sebastian berjalan menyusuri koridor,
menuju dapur. Majikannya menyuruhnya untuk membuatkannya parfait coklat. Begitu
sampai di sana, ia melihat seorang lelaki dengan jas buntut hitamnya, sedang
mengobrak abrik isi laci, “Claude. Kau sedang apa?”
Entah mengapa, sepertinya ia terkejut dengan kedatangan
Sebastian. Langsung saja ia berbalik cepat, dan menutup laci di belakangnya,
berkata dengan wajah datar namun nada suaranya agak bergetar, “bukan apa-apa.
Aku hanya membereskan isi laci. Itu saja”
Tatatan Sebastian langsung berubah curiga. Claude—yang tentunya
menyadari itu—memalingkan wajahnya,”permisi. Tuan muda Alois memanggilku” dan
berjalan pergi.
Namun sesuatu menghentikannya, menahannya dengan kekuatan yang
luar biasa.
“maaf, Sebastian. Tapi bisa tolong kau lepaskan?” tanpa menoleh,
ia berkata, “majikanku sudah memanggilku”
“sebelum kau pergi, ada yang ingin kutanyakan” Sebastian
menambah kekuatan cengkramannya, “apa yang sedang kalian rencanakan?”
Suasana langsung sunyi. Claude tak menjawab pertanyaan
Sebastian. Sebaliknya ia malah mengulangi kata-kata sebelumnya, “tolong
lepaskan. Majikanku sudah memanggilku”
Sebastian menatap mata Claude erat-erat, sebelum akhirnya ia
menghela napas dan melepaskan genggamannya. Claude membetulkan bajunya yang
agak lecek dan hendak berjalan pergi.
“aku tak tahu apa yang sebenarnya terjadi setelah hari itu” tapi
kata-kata Sebastian lagi-lagi menghentikannya, “aku juga mungkin tak bisa
memberikanku bantuan yang sepadan untuk menyelesaikan masalah itu…”
“tapi tidak ada salahnya untuk membicarakannya kepadaku atau
kepada majikanku bukan? Karena kau tahu? Kita ini teman…”
Ia bisa melihat bahwa tubuh Claude bergetar, “permisi”
tapi ia melangkah pergi, meninggalkan Sebastian yang menggeleng pelan.
*
“ini tuan muda” ia meletakkan secangkir penuh parfait coklat
dengan berbagai macam buah di atas meja Ciel.
Sambil memakan pesanannya itu sedikit demi sedikit, ia menatap
Sebastian, “kau bertemu dengan Claude tadi, bukan?”
Matanya sedikit membesar mendengarnya, “yah…aku tak tahu apa
yang terjadi saat aku tak memperhatikan kalian” ia memakan strawberi yang
sengaja ia tinggalkan untuk dimakannya nanti,“…tapi tenang sajalah. Semua akan
baik-baik saja”
TOK TOK
Dan bersamaan setelahnya, pintu ruang kerjanya diketuk. Setelah
memberi izin, seorang lelaki berkacamata dengan jas buntut hitamnya masuk ke
dalam ruangan, “oh, Claude?”
Tepat waktu. Claude datang ke hadapan mereka setelah mereka
membicarakannya. Wajahnya masih saja datar seperti biasanya, tapi sedikit
pucat. Matanya menyorotkan pandangan yang serius, “bolehkah aku berbicara
dengan anda? Ada yang ingin kukatakan”
“tenang saja. Tuan muda Alois sedang di kamarnya, sibuk dengan
tugasnya. Jadi dia tak akan datang kemari”
Mereka berdua saling pandang sebelum akhirnya mengangguk. Claude
menarik napas dan mulai berbicara,“sebenarnya, semenjak hari itu tuan muda
Alois jadi aneh”
“lebih tepatnya setelah ia mengatakan untuk bekerja sama kepada
anda, tuan muda Ciel” lanjutnya memperjelas, “sikapnya berubah seperti orang
lain. Begitu kembali ke sini, sebenarnya ia tak pernah tidur lagi. Ia selalu
terjaga sambil terus menggumamkan kata-kata yang saya tak mengerti. Ia bahkan
tak menyentuh makanan yang saya bawakan kepadanya”
“hingga akhirnya hari itu ia memanggilku”
“hanya kau yang bisa kuandalkan, Claude” Alois menatap
pelayannya itudengan tatapan tajam dan serius.
“ia menceritakan semuanya kepadaku…” menarik napas sekali lagi,
“…bahwa ia akan menghancurkan kedutaan Inggris”
Reaksi mereka berdua tentunya adalah kaget. Claude melanjutkan
ceritanya.
“mereka membuatku muak!” geram Alois, “tak pernah memperdulikan
orang lain dan hanya menginginkan keuntungan bagi diri sendiri! para bangsawan
seperti mereka tak akan pernah ada habisnya di dunia ini!”
“apalagi Ratu Victoria! Aku paling benci dengannya!”
“setiap hari ia selalu menyuruh Ciel ini itu! tak pernah
memberinya waktu istirahat! Padahal aku hanya bisa datang ke sini beberapa
minggu sekali, tapi setiap aku datang ia selalu sibuk dengan tugas dari wanita
tua itu! aku benci dia!”
Ciel terpaku saat mendengarnya, “Alois…berkata seperti itu?”
“setelah itu, tuan muda mengatakan rencana untuk membunuh Ratu
Victoria dan para bangsawan lainnya” Claude mengepalkan tangannya kuat-kuat,
“dia mengatakan tugasku hanyalah untuk mengalihkan perhatian para pengawalnya
dan tuan muda Alois yang akan mengurus sisanya sendiri”
Suasana hening seketika saat Claude menyelesaikan kata-katanya.
Tak ada yang berbicara. Mereka berdua terlalu shock dengan apa yang di dengar,
“tidak…mungkin…”
“sebenarnya” Claude kembali membuka mulut, “setelah tuan muda
Alois sembuh dari sakitnya, saya merasakan sesuatu yang aneh darinya”
Ciel langsung mengangkat wajahnya, mendengarkan perkataan Claude
dengan amat jelas, “saya merasakan sebuah aura jahat dari dalam tubuhnya.
Semakin hari aura itu semakin besar. Saya yakin anda juga merasakannya, bukan
begitu Sebastian?”
Pandangannya langsung teralihkan ke arah pelayannya yang diam
dengan wajah serius, “seperti yang kau katakan” ujarnya, “memang aku merasakan
aura jahat di dalam rumah ini”
“apakah anda ingat tadi,tuan muda? Saya tiba-tiba menoleh saat
anda sedang membicarakan mengenai diary itu disaat itulah saya
merasakan aura jahat mendekat” ia memperjelas, “namun sesaat menghilang begitu
tuan muda Alois datang. Jadi saya kira itu hanya firasat buruk saja. Tapi tak
kusangka kalau itu benar”
“aura jahat…” Ciel meletakkan jarinya di bawah dagu, memikrikan
sesuatu. Sebelum akhirnya ia tersentak kaget, mengambil buku diary di atas
mejanya dan membuka halaman dengan agak kasar.
“tuan muda? Ada apa?”
Ia tak menjawab dan masih terus membalikkan halaman, sebelum
akhirnya berhenti di halaman ke 10 sebelum terakhir, “ternyata begitu”
Diperlihatkannya halaman itu kepada kedua pelayannya, “rencana
Earl Burton…” tatapannya tajam, “…sudah berhasil”
*
—Ternyata dialah orangnya. Seharusnya aku memikirkan ini sejak
awal. Yah, tidak masalah. Setidaknya semua berjalan sesuai
perkiraan.Sekarang…tinggal menunggu waktunya tiba…—
BRAK. Meja kerja dipukul dengan amat keras, membuat tangannya
memerah. Tapi rasa kesalnya lebih besar dibandingkan rasa sakitnya, “sial!
kalau sejak awal aku menyadari keadaan Alois, semua ini pasti tak akan
terjadi!”
Dari kata-kata di buku itu, ia akhirnya menyadari. Disaat Alois
menghilang saat itu, disaat mereka menemukannya di depan pintu gudang, diwaktu
yang sedikit itu, semuanya terjadi begitu saja. Earl Burton menjalankan
rencananya, dengan Alois sebagai bahan uji cobanya!
“apakah ada cara untuk menolongnya?”
tanya Claude. Nada suaranya terdengar sangat putus asa. Bahkan lebih putus asa
daripada Ciel.
“aku tak tahu. Di dalam diary itu tak dijelaskan bagaimana. Ck!
Menyebalkan!” geram Ciel, “kalau saja aku lebih memperhatikannya, semua ini tak
akan terjadi!”
Suasana langsung sunyi. Ciel menggelengkan kepalanya,
mencoba tenang. Sebelum akhirnya matanya terbuka, mengingat sesuatu, “Claude…Alois menyuruhmu untuk mencari
sesuatu bukan? Aku dengar seperti itu…”
“Ya. aku sudah menduga bahwa anda memang menguping pembicaraan
kami tadi” balasnya, “tuan muda Alois menyuruhku untuk mendapatkan Diary yang
ada miliki, tuan muda Ciel”
“diary? Maksudmu diary milik Earl Burton ini?” pandangannya
menatap diary yang terbuka di atas mejanya. Claude mengangguk.
“mengapa ia mengincar diary ini? apa ada hubungannya dengan
rencananya?” karena penasaran, akhirnya ia membolak balik halaman, kali ini
diperhatikannya lebih teliti. Hingga akhirnyaia sampai di cover bagian paling
belakang buku. Dan ia pun sadar, bahwa cover belakang itu lebih tebal daripada
yang depan.
“aneh…” ia merabanya sebentar. Dan menemukan sedikit celah
disana. Menandakan bahwa bagian itu bisa dibuka. Dan—dengan sedikit usaha—saat
terbuka, sebuah kertas terlipat tersimpan disana, “jadi ini yang dicarinya…”
“ternyata Earl Burton cukup pintar untuk membuat tempat rahasia
di bukunya” gumam Sebastian.
Ciel membuka kertas itu perlahan. Matanya seketika terbuka
lebar, “ini…”
Dan kembali terkejut ketika kertas itu tiba-tiba dilahap api
biru!
“huwaa!!! Apa-apaan ini!”tentunya karena terkejut, ia melempar
kertas itu ke lantai. Dan tanpa pikir panjang langsung menginjak-injak kertas
itu, mencoba memadamkan apinya. Tapi percuma. Entah mengapa api itu tak bisa
mati. Dan tak lama akhirnya kertas itu terbakar habis.
“tuan muda. Apakah anda tidak apa-apa?” Sebastian langsung
menghampiri majikannya.
“ya…aku tak apa-apa. Tapi…” pandangannya mengarah ke lantai yang
kini penuh dengan abu kertas.
“fufu…kau menemukannya ya?” dan
sebuah suara terdengar.
Begitu berbalik, seseorangyang mereka kenal sudah duduk di atas
meja kerja Ciel, dengan kedua tangan terlipat di depan dada, Entah sejak kapan.
Anak laki-laki dengan rambut pirangnya yang khas tersenyum seringai, “aku
berharap bisa menyingkirkan ‘itu’ sebelum kalian melihatnya”
“Alois?” mata Ciel membelalak lebar dan mundur beberapa langkah
karena kaget.
“Claude…padahal aku sudah memberitahumu untuk tak mengatakannya
pada siapapun” sorot matanya benar-benartajam, “kau mengkhianatiku”
“maaf” ujarnya, dan ia balas menatap, “tapi anda bukanlah tuan
muda Alois yang aku kenal”
"memangnya ada apa di dalam kertas itu, tuan muda?"
tanya Sebastian di tengah ketegangan itu.
Ciel meggeretakkan giginya, "kertas itu adalah cara untuk
menghentikan rencananya" yang langsung membuat kedua pelayan itu terkejut,
"pantas saja kau benar-benar putus asa untuk menemukan kertas itu. kau
tidak ingin kami menghentikan rencanamu, ya?"
Alois tertawa keras, "memang pintar. Padahal kau hanya
melihatnya sebentar" ia bertepuk tangan, memberi pujian, "tapi sayang
ya. Kertas itu sudah kubakar"
"hah, kau begitu yakin kami tak bisa menghentikanmu dengan
hilangnya kertas itu? Jika kami tak bisa menghentikanmu dengan cara
mudah..." Claude dan Sebastian berdiri dengan posisi siap siaga di depan
Ciel, "...kami akan menghentikannya dengan cara kekerasan"
Alois yang melihat itu tertawa lagi, “memang seharusnya aku
mengerjakan semua ini sendirian” ia melompat turun dari atas meja.
Sesaat mereka berdua tersentak kaget, “tuan muda, mundur” dan
bersamaan menyuruh Ciel untuk menjauh. Ia
yang tak begitu mengerti apa yang akan terjadi hanya menuruti perkataan kedua
pelayan itu.
Ciel memang tak merasakan apapun, tapi tidak bagi mereka. Di
penglihatan mereka, sesuatu seperti aura hitam keluar menyelubungi Alois. Dan
perasaan mereka mengatakan bahwa itu berbahaya. Alois menyunggingkan senyum
mengerikan, sebelum tiba-tiba ia menghilang dari hadapan mereka!
“kemana dia?” kedua bola mata merah itu langsung
menelusuri tiap sudut ruangan.
“kh!” dan sebuah rintihan kecil terdengar.
Saat mereka berdua menoleh ke belakang, Ciel sudah jatuh ke
lantai dengan Alois berdiri di sana. Mereka lengah. Aura hitam itu benar-benar
menyembunyikan keberadaan Alois, membuat mereka tak bisa mengetahui dimana ia
dan berhasil menjatuhkan Ciel, “lambat”
“cih, sial kau!” Sebastian mengeluarkan pisau perak dari dalam
jas-nya dan melemparnya dengan cepat ke arah anak lelaki berambut pirang itu.
namun SLAP, ia berhasil menghindarinya, bahkan menangkap semua pisau-pisau itu.
Dan beberapa detik kemudian, semua pisau itu meleleh di antara kedua jarinya!
“ahh…padahal aku tak ingin mengotori tanganku dengan benda
seperti ini…” Sebastian dan Claude hanya bisa berdecak kaget melihat kejadian
itu, “tapi mau bagaimana lagi. Aku memang harus mengalahkan kalian semua
sebelum kalian mengganggu rencanaku!”
Merasakan sesuatu yang aneh,Sebastian dan Claude melompat
mundur. Mereka bisa melihatnya, melihat aurajahat yang berkeliling di sekitar
tubuh Alois semakin membesar. ia mengangkat wajahnya,memperlihatkan matanya
yang berwarna hitam kelam, ”aku pasti…akan menghancurkan Inggris!” serunya
dengan suara dalam dan mengerikan.
“heh, ternyata memang benar Earl
Burton mencoba mengubah murid itu menjadi iblis” gumam Sebastian, “bagaimana, Claude? Kau sanggup
bertarung?” tanyanya sambil memandang Claude yang ada di sebelahnya.
Ia mengenggam erat kedua tangannya. Terlihat gemetar, namun ia
tak tahu apakah ia gemetar karena raguataukah gemetar karena marah. Ia menutupi
wajahnya dengan tangan kanannya,dengan bola mata yang mengintip dari sela-sela
jari—seakan tak ingin melihat musuh yang berdiri di depannya itu, “aku pasti
akan menyingkirkan…siapapun yang berani membuat majikanku menderita!”
*
“ukh…apa yang terjadi?” Ciel akhirnya sadar dari pingsannya dan
membuka matanya. Namun apa yang ia lihat benar-benar membuatnya tak dapat
berkutik.
Tepat di depan matanya Sebastian, Claude dan Alois ada disana,
dengan tangan Sebastian yang berlumuran darah menembus tepat dijantung
Alois!
“kh…” Alois mengerang kesakitan saat Sebastian menarik
paksa tangannya keluar dan ia jatuh ke lantai. Cairan merah itu semakin banyak
merembes keluar. Ciel terlalu terkejut untuk bisa berkata apa-apa.
“tuan muda? Anda sudah sadar?” tanya Sebastian. Mengerti dengan
wajah pucat Ciel yang melihat kejadian itu, ia langsung berkata menjelaskan,
“tenang saja, tuan muda. Dia bukanlah Alois”
“eh?” mendengar itu ia langsung tersadar dari terkejutnya.
“ya, aku pun juga merasakannya sejak dari awal. Dia bukanlah
tuan muda Alois” Claude memalingkan wajahnya dari tubuh yang tergeletak di
lantai itu. Ciel yakin, walau ia bukanlah Alois seperti yang mereka katakan,
Claude tetap tak bisa melihat ke arah anaklaki-laki itu karena wajahnya yang
sangat mirip.
“walau wajahnya sama, tapi dia adalah orang yang berbeda. Bisa
dibilang, dia seperti iblis tingkat rendah” saat mereka melihat kembali ke
arahnya, perlahan tubuh anak laki-laki itu menghilang bagaikan asap hitam,
“samar-samar aku merasakan kehadiran tuan muda
Alois yang asli. Dia ada di rumah ini”
“tuan muda Ciel!” sebelum Ciel sempat berkata, Claude
sudah mendekatinya, “tolong selamatkan tuan muda Alois”
Ia terdiam sebentar sebelum akhirnya tersenyum, “tentu saja. Dia itu adalah temanku”
*
Di sebuah tempat yang gelap, seorang anak laki-laki dengan
rambut pirangnya duduk dengan wajah tertelungkup diantara kedua lututnya.
“hei, anak kecil…apa kau menangis hah?” suara yang dalam dan mengerikan terdengar
ditelinganya.
“kau masih perlu bertanya? Dia itu sedang memikirkan ‘teman
tersayangnya’itu” dan
suara mengerikan lainnya.
“oh…kau benar” ia
tertawa, “dia benar-benar
menyanyangi temannya yang satu itu”
“padahal ia tak membutuhkan teman sama sekali”
Kepalanya terangkat sedikit saat mendengar kata-kata itu. mereka
berdua masih terus berbicara, “kau
benar, kau benar. Untuk apa memiliki teman yang kerjaannya selalu merepotkan?
Kalau aku sih tak mungkin mau berteman dengan orang seperti itu”
“haha, benar bukan? Orang yang seperti itu sama sekali tak
berguna”
*
Mereka bertiga berlari mengitari rumah yang besar itu , “kalian
yakin Alois ada di rumah ini?”
“aku mulai merasakan kehadirannya semakin mendekat. Tak
salah lagi” Claude berkata sambil berlari memutari tikungan. Dan tak lama
sampai ke depan kamar yang ternyata adalah kamarnya Ciel.
“kamarku? Alois ada disini?”tanya Ciel. Claude mengangguk.
“tuan muda. Tetap dibelakang kami” suruh Sebastian.
Perlahan, tangannya memegang kenop pintu. Entah mengapa, mereka
tegang. Saat pintu terbuka, mereka merasakan sesuatu yang lain dari sana,
“sepertinya ia berada di dimensi ‘kami’”
“dimensi ‘kalian’? maksudmu dunia
iblis?” tanya Ciel, agak tak percaya.
“yaah…bisa dibilang begitu. Tapi ini hanya sebagian kecilnya
saja” Sebastian mengenggam erat tangan majikannya, “mohon jangan dilepas,
tuan muda. Aku tak tahu resikonya nanti”
Ciel menutup matanya.Sekilas angin menghembus disekelilingnya.
Ia tak tahu apa yang terjadi. Tapi begitu ia membuka matanya, ia sampai di
sebuah tempat yang sangat-sangat gelap. Ia hampir tak bisa melihat apa-apa.
“sepertinya kita berada ditempat terbuang, tempat para iblis
rendahan berada” tutur Sebastian.
“apakah Alois berada disini?” tanya Ciel. Dan langsung terjawab
ketika mereka mendengar suara-suara. Refleks pelayannya langsung bergerak
melindungi majikannya.
“lihat, lihat. Apakah itu teman dari anak laki-laki payah itu?”
“oh…kau benar. Anak laki-laki dengan penutup mata” suara lain terdengar, “tak salah lagi, dialah anak yang
bernama Ciel itu”
Ia agak terkejut ketika namanya dipanggil, ”bagaimana mereka
bisa mengetahui namaku?” pikirnya.
“kau tahu? Ciel itu adalah anak yang bisa diandalkan, penuh
perhitungandan memiliki jiwa kepemimpinan, bukan begitu?” suara itu terdengar lagi, “jadi untuk apa ia memiliki teman
yang sama sekali tak bermanfaat baginya”
“benar, benar, itu benar sekali!” ia merasa suara-suara itu seperti muncul
dari dalam kepalanya sendiri,“teman adalah seseorang yang bisa dimanfaatkan
bukan? Jika ia tak berguna, buang saja!”
Mereka bertiga diam sambil mendengarkan ocehan yang tak berhenti
itu. Tapi diantara suara-suara mengerikan itu, Ciel mendengar suara yang ia
kenal.
“apakah itu…Ciel?”
Mata mereka langsung menyisiri tiap sudut kegelapan mencari asal
suara. Mereka jelas mengenal suara itu, “Alois? Alois kaukah itu?”
“kenapa kau datang kemari?” bersamaan dengan terdengarnya
suara itu, di depan mereka muncul setitik cahaya yang menyorot ke arah anak
laki-laki berambut pirang. Wajahnya nampak benar-benar pucat dan tubuhnya
menggigil kedinginan.
“Alois!” tanpa pikir panjang lagi, Ciel langsung berlari ke arah
cahaya itu datang.
“tuan muda, tunggu!” mereka berdua berniat untuk menyusul. Namun
tertahan oleh sesuatu yang tiba-tiba muncul di hadapan mereka. Bentuk mereka
seperti asap hitam, dan mereka mengelilingi kedua pelayan itu, tak memberi
mereka jalan keluar. Sebastian berdecak, “ck…jadi kita harus berurusan dengan
iblis tingkat rendah ini dulu ya?”
“kalian benar-benar menghalangi jalan” Claude membuka sarung
tangannya, “akan kupastikan kalian merasakan akibatnya karena telah berani
menyentuh majikanku!”
Sementara mereka berdua bertarung disana, Ciel duduk di dekat
Alois, “Alois! hei, kau tidak apa-apa?” tanyanya sambil mengguncang-guncang
tubuh temannya itu dengan kuat.
“Ciel…” suaaranya terdengar serak dan ia tak mengangkat wajahnya
yang ia telungkupkan diantara kedua lututnya, “kenapa kau ada disini?”
“tentu saja untuk menyelamatkanmu!” ia mencoba menarik tangan
Alois dan membantunya berdiri, “ayo kita pergi dari sini!”
Tapi Alois menepis genggaman tangan Ciel, “tidak! Aku tak mau
pergi! Tinggalkan aku sendiri!”
Reaksinya yang tiba-tiba itu membuat Ciel langsung diam terpaku.
Masih dengan wajah yang tertelungkup, Alois berbicara, kini sedikit terdengar
suara isak tangis, “kau…tidak menginginkanku, bukan? Aku hanya pengganggu
bagimu bukan?”
“’teman’ adalah seseorang yang berguna. ‘Teman’ adalah orang
yang dapat memberi keuntungan kepada orang lain. Tapi aku…” diam sebentar,
“…aku sama sekali tak berguna, tak memberi keuntungan bagimu. Aku orang yang
payah”
“aku tak pernah pantas menjadi temanmu!”
BUK. Dan sebuah suara yang cukup keras terdengar—bahkan
Sebastian dan Claude dapat mendengarnya dengan jelas di tengah kesibukan
mereka. Alois yang sejak tadi terus menghindari tatapan Ciel, akhirnya
mengangkat wajahnya—yang merah dan penuh air mata. Ia menatap Ciel yang kini
tengah melihatnya dengan tatapan marah, “jangan berkata seperti itu! kau itu
benar-benar bodoh!”
“darimana kau mendengar kata seperti itu, hah? apa dari
suara-suara aneh yang ada di sekitarmu ini? kau ini bodoh atau apa sih? Mana
mungkin arti dari kata ‘teman’ adalah seperti itu!”
“’teman’ adalah seseorang yang selalu ada menemani temannya,
bahagia bersamanya, menghiburnya jika ia bersedih. Itulah arti dari kata teman
yang sesungguhnya!” Ciel menggenggam erat tangannya sebelum ia melanjutkan
kata-katanya, “aku tak butuh teman yang berguna jika ia tak pernah ada di
sampingku. Aku hanya ingin teman biasa, yang bisa membuatku bahagia. Jika arti
‘teman’ seperti yang kau katakan tadi, itu sama saja dengan bawahan. Sangat
berbeda dengan teman!”
“kau harus mengerti itu, Alois!”
Suasana disekitar mereka sunyi setelah teriakan Ciel yang
menggema itu—kecuali Sebastian dan Claude yang masih sibuk dengan urusan
mereka. Alois menatap Ciel yang berdiri di depannya. Hingga akhirnya ia
tersenyum, “benar juga. Kau benar Ciel…kau memang benar”
Senyum Ciel ikut mengembang mendengarnya. Ia mengulurkan
tangannya, menawarkan bantuan pada Alois, “tapi…maafkan aku, Ciel” suara Alois
yang kedua kalinya menghentikan gerakannya. Air mata semakin deras mengalir di
pipinya bersamaan ia memandang lekat temannya itu, “…aku tak bisa bersamamu
untuk saat ini”
“hah? Whoa!” tiba-tiba sebuah angin kencang berhembus, mendorong
dirinya jauh ke balakang.
“wops, tuan muda” refleks, Sebastian langsung menangkap
majikannya yang terlempar ke belakang, “anda tidak apa-apa?”
“aku tak apa-apa” ia bangkit dari jatuhnya, “daripada itu,
Alois…”
Di depan mereka, cahaya yang hanya sedikit itu seakan
memfokuskannya kepada Alois yang sedang berdiri dengan wajah terangkat ke atas,
“hei, kau dengar apa yang dikatakan temanku barusan?” teriaknya, amat kencang.
Tapi entah dengan siapa ia berbicara, “aku tak akan peduli kali ini kau
berbicara apa, tapi ada satu hal saja yang akan kukatakan padamu…”
“aku berbeda darimu!”
GRAK GRAK. Suara seperti sesuatu yang jatuh terdengar. Dan
makhluk yang mengelilingi mereka bertiga menghilang, “Alois!” Ciel berlari,
hendak menghampiri temannya itu.
“jangan kemari, Ciel!” tapi teriakan
Alois menghentikannya, “kumohon, jangan kemari”
“kalian sudah mendengarnya dari Claude, bukan? Bahwa aku akan
menghancurkan kedutaan Inggris dan membunuh ratu Victoria?” tanyanya, dengan
suara gemetar.
“tapi itu bukan kau, Alois!Kau tidak mungkin berkata seperti
itu!” balas Ciel.
“tidak, Ciel. Itu memang benar aku” ia memalingkan wajahnya,
“mungkin dia memang bukanlah diriku yang asli,
tapi apa yang dikatakan oleh ‘aku’ yang lain itu memang persis seperti yang aku
inginkan”
“aku benci dengan ratu Victoria. Setiap kali aku datang ke
rumahmu, kau pasti sibuk dengan tugas darinya. Aku tak pernah bisa bermain
denganmu” ia menggeretakkan giginya, “memang akulah…orang yang telah berpikir
seperti itu. Aku orang yang rendah!”
WHUUSSH. Angin kencang tiba-tiba berhembus dari bawah kaki Alois
dan di lantai itu muncul cahaya violet yang membentuk sebuah graffiti aneh.
Cahaya itu amat terang, membuat Ciel harus menutup matanya sebentar. Dan ketika
ia membuka matanya, ia melihat tubuh temannya perlahan terhisap ke bawah tanah!
“A…Alois!!!” Ciel langsung berlari menghampirinya, tapi
pelayannya menahannya, “lepaskan aku Sebastian! Ini perintah!”
Sebastian menggeleng, “maaf, tuan
muda. Tapi kali ini aku tak bisa melaksanakan perintahmu”
Anak lelaki dengan rambut pirangnya itu terdiam untuk sesaat,
sementara angin kencang terus berhembus keluar, “jadi…“ ia memandang Ciel
dengan tatapan sedih, “…inilah balasan untukku karena telah mencoba melakukan
hal buruk itu”
“tolong…jaga dirimu baik-baik ya, Ciel...”
“ALOIS!!!”
“TUAN MUDA!!!”
*
Begitu aku terbangun, aku mendapati kami berempat sudah kembali
ke dunia nyata, dengan Alois yang kini dalam keadaan koma.
Aku kesal. Aku kesal karena aku tak bisa membantunya. Padahal
selama ini dia selalu ada di sampingku, untuk menemaniku, menghiburku jika aku
sedang sedih. Tapi aku malah…
Tak mengetahui perasaannya yang sebenarnya…
3 tahun berlalu…
“hah…dingin…” ia memeluk erat tubuhnya yang mengigil, walau
sebenarnya ia sudah memakai jaket yang tebal, “musim dingin tahun ini memang
tak bersahabat”
“begitu pulang ke rumah, saya akan menyiapkan High Tea hangat
untuk anda tuan muda” pelayan yang mengenakan jas buntut hitam mengikutinya
dari belakang.
“yah, itu bisa menunggu” balasnya, “hari ini aku mau
mengunjunginya”
“sudah 3 tahun berlalu ya? Semenjak kejadian itu...”
“begitulah…” sambil menengadahkan kepalanya, menatap langit, ia
tersenyum sedih, “aku harap dia bangun secepatnya. Agar kami bisa bermain
seperti dulu lagi”
Gedung putih dengan papan bertuliskan ‘rumah sakit’ itu
menampakkan dirinya di mata mereka. Setelah memberitahu ke meja depan, menaiki
lift sampai lantai 8, mereka sampai di depan sebuah ruangan. Dan suara-suara
terdnegar dari dalam sana.
Matanya sedikit membesar karenanya, dan dengan tak sabaran ia
membuka pintu ruangan itu, menampakkan lelaki berkacamata dengan jas buntut
hitamnya tengah berdiri dengan wajah datarnya yang biasa di depan seorang anak
lelaki berambut pirang. Melihat kedatangan teman baiknya itu, ia memamerkan
senyumnya yang cemerlang. Lebih dari biasanya,“oh, selamat datang, Ciel!”
“teman terbaikku!”
Tamat
Fiuuh…akhirnya
selesai juga. Bagaimana dengan ceritanya? Mungkin ada beberapa yang protes ya,
bertanya ‘kok Ciel dan Alois bersahabat’? Yah, tapi di dalam mimpi saya, mereka
memang bersahabat. Jadi mau bagaimana lagi? Haha.
Kalau
sesungguhnya sih, mimpi saya berhenti sampai saat Ciel bertemu dengan Alois di
dunia iblis. Dari situ hingga seterusnya saya karang sendiri ceritanya.
Silahkan kritik dan sarannya ya :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar