Sabtu, 22 Juni 2013

Black Butler ~ Fanfic 2

Cast       : Alois Trancy, Claude Faustus, Sebastian Michaelis, dan CielPhantomhive 
Genre     : Action, Fiendship 
Part        : 2 from 2

Hari sudah pagi, tapi cuaca masih sama seperti kemarin. Hujan lebat tak berhenti, bahkan langit pagi yangseharusnya cerah kini tertutupi awan hitam pekat. Ciel—menggaruk-garuk kepala—sambil memperhatikan buku diary yang ia temukan di laboratorium itu.

“anda sudah menemukan sesuatu, tuan muda?” tanya sang pelayan yang sejak tadi berdiri di depannya.

“terlalu membingungkan” gumamnya, sambil menutup buku itu dan meletakkannya di atas meja kerjanya,”disini ia hanya menuliskan mengenai cara-cara mengubah manusia menjadi ‘iblis’ atau semacamnya. Tapi tak dijelaskan mengapa ia ingin melakukannya” ia mendesah panjang, “walau ia sudah tak ada lagi, itu tetap tak akan menghilangkan kemungkinan bahwa rencananya berhasil. Dan kita harus bisa mengantisipasinya saat waktu itu tiba”

Sesaat, tiba-tiba Sebastian menoleh. Wajahnya agak pucat dan sedikit aneh, membuat Ciel bertanya-tanya, “kau kenapa, Sebastian?”

“Ciel…kau sudah bangun?” bersamaan,Alois, dengan rambut pirangnya yang masih acak-acakan dan memakai piyama—pertanda bahwa ia baru saja bangun tidur—berdiri di muka pintu, “kau sedang apa? Sepertinya sedang tidak senang”

“tidak juga” ia bangkit dari duduknya, “Sebastian, segera siapkan sarapan pagi. Aku sudah lapar” dan memperhatikan temannya itu, “kau juga segera ganti bajumu dan rapikan rambutmu. Kau benar-benar berantakan”

*

Entah mengapa, Alois tak berada di ruang makan pagi itu. Padahal Ciel sengaja menunggu untuk bisa sarapan pagi dengannya—sampai 15 menit—tapi ia tetap tak datang juga. Bahkan saat ia menyelesaikan sarapannya, ia tetap tak datang juga. Ciel jadi sedikit khawatir, “ada apa dengan Alois?”

Suara langkah kakinya teredam di rumah yang mewah itu. Ia berjalan dengan langkah lumayan lebar,menuju kamar Alois yang berada di sudut lantai 2. Saat ia melihatnya, pintunya sedikit terbuka dan ia mendengar suara-suara di baliknya.

Ia memelankan langkahnya dan berjalan semakin mendekati pintu. Karena ia terlalu jauh dari kamarnya—ia takut ketahuan—ia hanya dapat mendengar sepotong-potong kata saja.

“…kau menemukannya?”

“tidak tuan muda…”

“cih…kita harus segera mendapatkannya kembali sebelum ia mengetahui rencana kita yang sebenarnya”

Ciel mencoba mengambil resiko dan semakin mendekat. Tapi hanya langkah kecil saja, membuat Claude—sangiblis—menyadari ada orang lain selain dirinya dan majikannya, “permisi sebentar, tuan muda” dan berjalan menuju ambang pintu. Begitu sampai…

Tak ada siapa-siapa disana.

Ia menoleh ke kiri dan kekanan, memastikan tak ada siapapun, sebelum akhirnya ia berbalik masuk kembali dan menutup pintu.

Jauh dari sana, tepatnya ditangga menuju ruang kerja Ciel yang berada di lantai 3—jarak tangga dengan kamar Alois sejauh 10 meter—Sebastian menutup mulut majikannya sambil memperhatikan situasi, ”sudah aman, tuan muda” dan akhirnya melepaskan genggamannya. Ciel langsung bernapas lega.

Disaat keberadaan Ciel diketahui oleh Claude tadi, Sebastian—yang merasakan majikannya sedang dalam masalah—langsung datang dan membawanya pergi menjauh. Ciel—membetulkan kerah bajunya yang berantakan—berdiri sambil memikirkan sesuatu, “ada apa dengan Alois? Sepertinya ia sedang merencakan sesuatu”

“lalu…apakah anda memiliki rencana untuk mengetahuinya?” tanya Sebastian dengan suara pelan.

Ciel menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, “yaah…dia ini Alois. Aku rasa ia tak akan merencanakan sesuatu yang berbahaya. Sudahlah, sebaiknya kau membantuku untukmengartikan apa maksud dari diary itu”

*

Sebastian berjalan menyusuri koridor, menuju dapur. Majikannya menyuruhnya untuk membuatkannya parfait coklat. Begitu sampai di sana, ia melihat seorang lelaki dengan jas buntut hitamnya, sedang mengobrak abrik isi laci, “Claude. Kau sedang apa?”

Entah mengapa, sepertinya ia terkejut dengan kedatangan Sebastian. Langsung saja ia berbalik cepat, dan menutup laci di belakangnya, berkata dengan wajah datar namun nada suaranya agak bergetar, “bukan apa-apa. Aku hanya membereskan isi laci. Itu saja”

Tatatan Sebastian langsung berubah curiga. Claude—yang tentunya menyadari itu—memalingkan wajahnya,”permisi. Tuan muda Alois memanggilku” dan berjalan pergi.

Namun sesuatu menghentikannya, menahannya dengan kekuatan yang luar biasa.

“maaf, Sebastian. Tapi bisa tolong kau lepaskan?” tanpa menoleh, ia berkata, “majikanku sudah memanggilku”

“sebelum kau pergi, ada yang ingin kutanyakan” Sebastian menambah kekuatan cengkramannya, “apa yang sedang kalian rencanakan?”

Suasana langsung sunyi. Claude tak menjawab pertanyaan Sebastian. Sebaliknya ia malah mengulangi kata-kata sebelumnya, “tolong lepaskan. Majikanku sudah memanggilku”

Sebastian menatap mata Claude erat-erat, sebelum akhirnya ia menghela napas dan melepaskan genggamannya. Claude membetulkan bajunya yang agak lecek dan hendak berjalan pergi.

“aku tak tahu apa yang sebenarnya terjadi setelah hari itu” tapi kata-kata Sebastian lagi-lagi menghentikannya, “aku juga mungkin tak bisa memberikanku bantuan yang sepadan untuk menyelesaikan masalah itu…”

“tapi tidak ada salahnya untuk membicarakannya kepadaku atau kepada majikanku bukan? Karena kau tahu? Kita ini teman…”

Ia bisa melihat bahwa tubuh Claude bergetar, “permisi”  tapi ia melangkah pergi, meninggalkan Sebastian yang menggeleng pelan.

*

“ini tuan muda” ia meletakkan secangkir penuh parfait coklat dengan berbagai macam buah di atas meja Ciel.

Sambil memakan pesanannya itu sedikit demi sedikit, ia menatap Sebastian, “kau bertemu dengan Claude tadi, bukan?”

Matanya sedikit membesar mendengarnya, “yah…aku tak tahu apa yang terjadi saat aku tak memperhatikan kalian” ia memakan strawberi yang sengaja ia tinggalkan untuk dimakannya nanti,“…tapi tenang sajalah. Semua akan baik-baik saja”

TOK TOK

Dan bersamaan setelahnya, pintu ruang kerjanya diketuk. Setelah memberi izin, seorang lelaki berkacamata dengan jas buntut hitamnya masuk ke dalam ruangan, “oh, Claude?”

Tepat waktu. Claude datang ke hadapan mereka setelah mereka membicarakannya. Wajahnya masih saja datar seperti biasanya, tapi sedikit pucat. Matanya menyorotkan pandangan yang serius, “bolehkah aku berbicara dengan anda? Ada yang ingin kukatakan”

“tenang saja. Tuan muda Alois sedang di kamarnya, sibuk dengan tugasnya. Jadi dia tak akan datang kemari”

Mereka berdua saling pandang sebelum akhirnya mengangguk. Claude menarik napas dan mulai berbicara,“sebenarnya, semenjak hari itu tuan muda Alois jadi aneh”

“lebih tepatnya setelah ia mengatakan untuk bekerja sama kepada anda, tuan muda Ciel” lanjutnya memperjelas, “sikapnya berubah seperti orang lain. Begitu kembali ke sini, sebenarnya ia tak pernah tidur lagi. Ia selalu terjaga sambil terus menggumamkan kata-kata yang saya tak mengerti. Ia bahkan tak menyentuh makanan yang saya bawakan kepadanya”

“hingga akhirnya hari itu ia memanggilku”

“hanya kau yang bisa kuandalkan, Claude” Alois menatap pelayannya itudengan tatapan tajam dan serius.

“ia menceritakan semuanya kepadaku…” menarik napas sekali lagi, “…bahwa ia akan menghancurkan kedutaan Inggris”

Reaksi mereka berdua tentunya adalah kaget. Claude melanjutkan ceritanya.

“mereka membuatku muak!” geram Alois, “tak pernah memperdulikan orang lain dan hanya menginginkan keuntungan bagi diri sendiri! para bangsawan seperti mereka tak akan pernah ada habisnya di dunia ini!”

“apalagi Ratu Victoria! Aku paling benci dengannya!”

“setiap hari ia selalu menyuruh Ciel ini itu! tak pernah memberinya waktu istirahat! Padahal aku hanya bisa datang ke sini beberapa minggu sekali, tapi setiap aku datang ia selalu sibuk dengan tugas dari wanita tua itu! aku benci dia!”

Ciel terpaku saat mendengarnya, “Alois…berkata seperti itu?”

“setelah itu, tuan muda mengatakan rencana untuk membunuh Ratu Victoria dan para bangsawan lainnya” Claude mengepalkan tangannya kuat-kuat, “dia mengatakan tugasku hanyalah untuk mengalihkan perhatian para pengawalnya dan tuan muda Alois yang akan mengurus sisanya sendiri”

Suasana hening seketika saat Claude menyelesaikan kata-katanya. Tak ada yang berbicara. Mereka berdua terlalu shock dengan apa yang di dengar, “tidak…mungkin…”

“sebenarnya” Claude kembali membuka mulut, “setelah tuan muda Alois sembuh dari sakitnya, saya merasakan sesuatu yang aneh darinya”

Ciel langsung mengangkat wajahnya, mendengarkan perkataan Claude dengan amat jelas, “saya merasakan sebuah aura jahat dari dalam tubuhnya. Semakin hari aura itu semakin besar. Saya yakin anda juga merasakannya, bukan begitu Sebastian?”

Pandangannya langsung teralihkan ke arah pelayannya yang diam dengan wajah serius, “seperti yang kau katakan” ujarnya, “memang aku merasakan aura jahat di dalam rumah ini”

“apakah anda ingat tadi,tuan muda? Saya tiba-tiba menoleh saat anda sedang membicarakan mengenai diary itu  disaat itulah saya merasakan aura jahat mendekat” ia memperjelas, “namun sesaat menghilang begitu tuan muda Alois datang. Jadi saya kira itu hanya firasat buruk saja. Tapi tak kusangka kalau itu benar”

“aura jahat…” Ciel meletakkan jarinya di bawah dagu, memikrikan sesuatu. Sebelum akhirnya ia tersentak kaget, mengambil buku diary di atas mejanya dan membuka halaman dengan agak kasar.

“tuan muda? Ada apa?”

Ia tak menjawab dan masih terus membalikkan halaman, sebelum akhirnya berhenti di halaman ke 10 sebelum terakhir, “ternyata begitu”

Diperlihatkannya halaman itu kepada kedua pelayannya, “rencana Earl Burton…” tatapannya tajam, “…sudah berhasil”

*

—Ternyata dialah orangnya. Seharusnya aku memikirkan ini sejak awal. Yah, tidak masalah. Setidaknya semua berjalan sesuai perkiraan.Sekarang…tinggal menunggu waktunya tiba…—

BRAK. Meja kerja dipukul dengan amat keras, membuat tangannya memerah. Tapi rasa kesalnya lebih besar dibandingkan rasa sakitnya, “sial! kalau sejak awal aku menyadari keadaan Alois, semua ini pasti tak akan terjadi!”

Dari kata-kata di buku itu, ia akhirnya menyadari. Disaat Alois menghilang saat itu, disaat mereka menemukannya di depan pintu gudang, diwaktu yang sedikit itu, semuanya terjadi begitu saja. Earl Burton menjalankan rencananya, dengan Alois sebagai bahan uji cobanya!

“apakah ada cara untuk menolongnya?” tanya Claude. Nada suaranya terdengar sangat putus asa. Bahkan lebih putus asa daripada Ciel.

“aku tak tahu. Di dalam diary itu tak dijelaskan bagaimana. Ck! Menyebalkan!” geram Ciel, “kalau saja aku lebih memperhatikannya, semua ini tak akan terjadi!”

 Suasana langsung sunyi. Ciel menggelengkan kepalanya, mencoba tenang. Sebelum akhirnya matanya terbuka, mengingat sesuatu, “Claude…Alois menyuruhmu untuk mencari sesuatu bukan? Aku dengar seperti itu…”

“Ya. aku sudah menduga bahwa anda memang menguping pembicaraan kami tadi” balasnya, “tuan muda Alois menyuruhku untuk mendapatkan Diary yang ada miliki, tuan muda Ciel”

“diary? Maksudmu diary milik Earl Burton ini?” pandangannya menatap diary yang terbuka di atas mejanya. Claude mengangguk.

“mengapa ia mengincar diary ini? apa ada hubungannya dengan rencananya?” karena penasaran, akhirnya ia membolak balik halaman, kali ini diperhatikannya lebih teliti. Hingga akhirnyaia sampai di cover bagian paling belakang buku. Dan ia pun sadar, bahwa cover belakang itu lebih tebal daripada yang depan.

“aneh…” ia merabanya sebentar. Dan menemukan sedikit celah disana. Menandakan bahwa bagian itu bisa dibuka. Dan—dengan sedikit usaha—saat terbuka, sebuah kertas terlipat tersimpan disana, “jadi ini yang dicarinya…”

“ternyata Earl Burton cukup pintar untuk membuat tempat rahasia di bukunya” gumam Sebastian.

Ciel membuka kertas itu perlahan. Matanya seketika terbuka lebar, “ini…”

Dan kembali terkejut ketika kertas itu tiba-tiba dilahap api biru!

“huwaa!!! Apa-apaan ini!”tentunya karena terkejut, ia melempar kertas itu ke lantai. Dan tanpa pikir panjang langsung menginjak-injak kertas itu, mencoba memadamkan apinya. Tapi percuma. Entah mengapa api itu tak bisa mati. Dan tak lama akhirnya kertas itu terbakar habis.

“tuan muda. Apakah anda tidak apa-apa?” Sebastian langsung menghampiri majikannya.

“ya…aku tak apa-apa. Tapi…” pandangannya mengarah ke lantai yang kini penuh dengan abu kertas.

“fufu…kau menemukannya ya?” dan sebuah suara terdengar.

Begitu berbalik, seseorangyang mereka kenal sudah duduk di atas meja kerja Ciel, dengan kedua tangan terlipat di depan dada, Entah sejak kapan. Anak laki-laki dengan rambut pirangnya yang khas tersenyum seringai, “aku berharap bisa menyingkirkan ‘itu’ sebelum kalian melihatnya”

“Alois?” mata Ciel membelalak lebar dan mundur beberapa langkah karena kaget.

“Claude…padahal aku sudah memberitahumu untuk tak mengatakannya pada siapapun” sorot matanya benar-benartajam, “kau mengkhianatiku”

“maaf” ujarnya, dan ia balas menatap, “tapi anda bukanlah tuan muda Alois yang aku kenal” 

"memangnya ada apa di dalam kertas itu, tuan muda?" tanya Sebastian di tengah ketegangan itu.

Ciel meggeretakkan giginya, "kertas itu adalah cara untuk menghentikan rencananya" yang langsung membuat kedua pelayan itu terkejut, "pantas saja kau benar-benar putus asa untuk menemukan kertas itu. kau tidak ingin kami menghentikan rencanamu, ya?"

Alois tertawa keras, "memang pintar. Padahal kau hanya melihatnya sebentar" ia bertepuk tangan, memberi pujian, "tapi sayang ya. Kertas itu sudah kubakar"

"hah, kau begitu yakin kami tak bisa menghentikanmu dengan hilangnya kertas itu? Jika kami tak bisa menghentikanmu dengan cara mudah..." Claude dan Sebastian berdiri dengan posisi siap siaga di depan Ciel, "...kami akan menghentikannya dengan cara kekerasan" 

Alois yang melihat itu tertawa lagi, “memang seharusnya aku mengerjakan semua ini sendirian” ia melompat turun dari atas meja.

Sesaat mereka berdua tersentak kaget, “tuan muda, mundur” dan bersamaan menyuruh Ciel untuk menjauh. Ia yang tak begitu mengerti apa yang akan terjadi hanya menuruti perkataan kedua pelayan itu.

Ciel memang tak merasakan apapun, tapi tidak bagi mereka. Di penglihatan mereka, sesuatu seperti aura hitam keluar menyelubungi Alois. Dan perasaan mereka mengatakan bahwa itu berbahaya. Alois menyunggingkan senyum mengerikan, sebelum tiba-tiba ia menghilang dari hadapan mereka!

“kemana dia?”  kedua bola mata merah itu langsung menelusuri tiap sudut ruangan.

“kh!” dan sebuah rintihan kecil terdengar.

Saat mereka berdua menoleh ke belakang, Ciel sudah jatuh ke lantai dengan Alois berdiri di sana. Mereka lengah. Aura hitam itu benar-benar menyembunyikan keberadaan Alois, membuat mereka tak bisa mengetahui dimana ia dan berhasil menjatuhkan Ciel, “lambat”

“cih, sial kau!” Sebastian mengeluarkan pisau perak dari dalam jas-nya dan melemparnya dengan cepat ke arah anak lelaki berambut pirang itu. namun SLAP, ia berhasil menghindarinya, bahkan menangkap semua pisau-pisau itu. Dan beberapa detik kemudian, semua pisau itu meleleh di antara kedua jarinya!

“ahh…padahal aku tak ingin mengotori tanganku dengan benda seperti ini…” Sebastian dan Claude hanya bisa berdecak kaget melihat kejadian itu, “tapi mau bagaimana lagi. Aku memang harus mengalahkan kalian semua sebelum kalian mengganggu rencanaku!”

Merasakan sesuatu yang aneh,Sebastian dan Claude melompat mundur. Mereka bisa melihatnya, melihat aurajahat yang berkeliling di sekitar tubuh Alois semakin membesar. ia mengangkat wajahnya,memperlihatkan matanya yang berwarna hitam kelam, ”aku pasti…akan menghancurkan Inggris!” serunya dengan suara dalam dan mengerikan.

“heh, ternyata memang benar Earl Burton mencoba mengubah murid itu menjadi iblis” gumam Sebastian, “bagaimana, Claude? Kau sanggup bertarung?” tanyanya sambil memandang Claude yang ada di sebelahnya.

Ia mengenggam erat kedua tangannya. Terlihat gemetar, namun ia tak tahu apakah ia gemetar karena raguataukah gemetar karena marah. Ia menutupi wajahnya dengan tangan kanannya,dengan bola mata yang mengintip dari sela-sela jari—seakan tak ingin melihat musuh yang berdiri di depannya itu, “aku pasti akan menyingkirkan…siapapun yang berani membuat majikanku menderita!”


*

“ukh…apa yang terjadi?” Ciel akhirnya sadar dari pingsannya dan membuka matanya. Namun apa yang ia lihat benar-benar membuatnya tak dapat berkutik.

Tepat di depan matanya Sebastian, Claude dan Alois ada disana, dengan tangan Sebastian  yang berlumuran darah menembus tepat dijantung Alois!

 “kh…” Alois mengerang kesakitan saat Sebastian menarik paksa tangannya keluar dan ia jatuh ke lantai. Cairan merah itu semakin banyak merembes keluar. Ciel terlalu terkejut untuk bisa berkata apa-apa.

“tuan muda? Anda sudah sadar?” tanya Sebastian. Mengerti dengan wajah pucat Ciel yang melihat kejadian itu, ia langsung berkata menjelaskan, “tenang saja, tuan muda. Dia bukanlah Alois”

“eh?” mendengar itu ia langsung tersadar dari terkejutnya.

“ya, aku pun juga merasakannya sejak dari awal. Dia bukanlah tuan muda Alois” Claude memalingkan wajahnya dari tubuh yang tergeletak di lantai itu. Ciel yakin, walau ia bukanlah Alois seperti yang mereka katakan, Claude tetap tak bisa melihat ke arah anaklaki-laki itu karena wajahnya yang sangat mirip.

“walau wajahnya sama, tapi dia adalah orang yang berbeda. Bisa dibilang, dia seperti iblis tingkat rendah” saat mereka melihat kembali ke arahnya, perlahan tubuh anak laki-laki itu menghilang bagaikan asap hitam, “samar-samar aku merasakan kehadiran tuan muda Alois yang asli. Dia ada di rumah ini”

“tuan muda Ciel!”  sebelum Ciel sempat berkata, Claude sudah mendekatinya, “tolong selamatkan tuan muda Alois”

Ia terdiam sebentar sebelum akhirnya tersenyum, “tentu saja. Dia itu adalah temanku”

*

Di sebuah tempat yang gelap, seorang anak laki-laki dengan rambut pirangnya duduk dengan wajah tertelungkup diantara kedua lututnya.

“hei, anak kecil…apa kau menangis hah?” suara yang dalam dan mengerikan terdengar ditelinganya.

“kau masih perlu bertanya? Dia itu sedang memikirkan ‘teman tersayangnya’itu” dan suara mengerikan lainnya.

“oh…kau benar” ia tertawa, “dia benar-benar menyanyangi temannya yang satu itu”

“padahal ia tak membutuhkan teman sama sekali”

Kepalanya terangkat sedikit saat mendengar kata-kata itu. mereka berdua masih terus berbicara, “kau benar, kau benar. Untuk apa memiliki teman yang kerjaannya selalu merepotkan? Kalau aku sih tak mungkin mau berteman dengan orang seperti itu”

“haha, benar bukan? Orang yang seperti itu sama sekali tak berguna”

*

Mereka bertiga berlari mengitari rumah yang besar itu , “kalian yakin Alois ada di rumah ini?”

 “aku mulai merasakan kehadirannya semakin mendekat. Tak salah lagi” Claude berkata sambil berlari memutari tikungan. Dan tak lama sampai ke depan kamar yang ternyata adalah kamarnya Ciel.

“kamarku? Alois ada disini?”tanya Ciel. Claude mengangguk.

“tuan muda. Tetap dibelakang kami” suruh Sebastian.

Perlahan, tangannya memegang kenop pintu. Entah mengapa, mereka tegang. Saat pintu terbuka, mereka merasakan sesuatu yang lain dari sana, “sepertinya ia berada di dimensi ‘kami’”

“dimensi ‘kalian’? maksudmu dunia iblis?” tanya Ciel, agak tak percaya.

“yaah…bisa dibilang begitu. Tapi ini hanya sebagian kecilnya saja”  Sebastian mengenggam erat tangan majikannya, “mohon jangan dilepas, tuan muda. Aku tak tahu resikonya nanti”

Ciel menutup matanya.Sekilas angin menghembus disekelilingnya. Ia tak tahu apa yang terjadi. Tapi begitu ia membuka matanya, ia sampai di sebuah tempat yang sangat-sangat gelap. Ia hampir tak bisa melihat apa-apa.

“sepertinya kita berada ditempat terbuang, tempat para iblis rendahan berada” tutur Sebastian.

“apakah Alois berada disini?” tanya Ciel. Dan langsung terjawab ketika mereka mendengar suara-suara. Refleks pelayannya langsung bergerak melindungi majikannya.

“lihat, lihat. Apakah itu teman dari anak laki-laki payah itu?”

“oh…kau benar. Anak laki-laki dengan penutup mata” suara lain terdengar, “tak salah lagi, dialah anak yang bernama Ciel itu”

Ia agak terkejut ketika namanya dipanggil, ”bagaimana mereka bisa mengetahui namaku?” pikirnya.

“kau tahu? Ciel itu adalah anak yang bisa diandalkan, penuh perhitungandan memiliki jiwa kepemimpinan, bukan begitu?” suara itu terdengar lagi, “jadi untuk apa ia memiliki teman yang sama sekali tak bermanfaat baginya”

“benar, benar, itu benar sekali!” ia merasa suara-suara itu seperti muncul dari dalam kepalanya sendiri,“teman adalah seseorang yang bisa dimanfaatkan bukan? Jika ia tak berguna, buang saja!”

Mereka bertiga diam sambil mendengarkan ocehan yang tak berhenti itu. Tapi diantara suara-suara mengerikan itu, Ciel mendengar suara yang ia kenal.

“apakah itu…Ciel?”

Mata mereka langsung menyisiri tiap sudut kegelapan mencari asal suara. Mereka jelas mengenal suara itu, “Alois? Alois kaukah itu?”

“kenapa kau datang kemari?”  bersamaan dengan terdengarnya suara itu, di depan mereka muncul setitik cahaya yang menyorot ke arah anak laki-laki berambut pirang. Wajahnya nampak benar-benar pucat dan tubuhnya menggigil kedinginan.

“Alois!” tanpa pikir panjang lagi, Ciel langsung berlari ke arah cahaya itu datang.

“tuan muda, tunggu!” mereka berdua berniat untuk menyusul. Namun tertahan oleh sesuatu yang tiba-tiba muncul di hadapan mereka. Bentuk mereka seperti asap hitam, dan mereka mengelilingi kedua pelayan itu, tak memberi mereka jalan keluar. Sebastian berdecak, “ck…jadi kita harus berurusan dengan iblis tingkat rendah ini dulu ya?”

“kalian benar-benar menghalangi jalan” Claude membuka sarung tangannya, “akan kupastikan kalian merasakan akibatnya karena telah berani menyentuh majikanku!”

Sementara mereka berdua bertarung disana, Ciel duduk di dekat Alois, “Alois! hei, kau tidak apa-apa?” tanyanya sambil mengguncang-guncang tubuh temannya itu dengan kuat.

“Ciel…” suaaranya terdengar serak dan ia tak mengangkat wajahnya yang ia telungkupkan diantara kedua lututnya, “kenapa kau ada disini?”

“tentu saja untuk menyelamatkanmu!” ia mencoba menarik tangan Alois dan membantunya berdiri, “ayo kita pergi dari sini!”

Tapi Alois menepis genggaman tangan Ciel, “tidak! Aku tak mau pergi! Tinggalkan aku sendiri!”

Reaksinya yang tiba-tiba itu membuat Ciel langsung diam terpaku. Masih dengan wajah yang tertelungkup, Alois berbicara, kini sedikit terdengar suara isak tangis, “kau…tidak menginginkanku, bukan? Aku hanya pengganggu bagimu bukan?”

“’teman’ adalah seseorang yang berguna. ‘Teman’ adalah orang yang dapat memberi keuntungan kepada orang lain. Tapi aku…” diam sebentar, “…aku sama sekali tak berguna, tak memberi keuntungan bagimu. Aku orang yang payah”

“aku tak pernah pantas menjadi temanmu!”

BUK. Dan sebuah suara yang cukup keras terdengar—bahkan Sebastian dan Claude dapat mendengarnya dengan jelas di tengah kesibukan mereka. Alois yang sejak tadi terus menghindari tatapan Ciel, akhirnya mengangkat wajahnya—yang merah dan penuh air mata. Ia menatap Ciel yang kini tengah melihatnya dengan tatapan marah, “jangan berkata seperti itu! kau itu benar-benar bodoh!”

“darimana kau mendengar kata seperti itu, hah? apa dari suara-suara aneh yang ada di sekitarmu ini? kau ini bodoh atau apa sih? Mana mungkin arti dari kata ‘teman’ adalah seperti itu!”

“’teman’ adalah seseorang yang selalu ada menemani temannya, bahagia bersamanya, menghiburnya jika ia bersedih. Itulah arti dari kata teman yang sesungguhnya!” Ciel menggenggam erat tangannya sebelum ia melanjutkan kata-katanya, “aku tak butuh teman yang berguna jika ia tak pernah ada di sampingku. Aku hanya ingin teman biasa, yang bisa membuatku bahagia. Jika arti ‘teman’ seperti yang kau katakan tadi, itu sama saja dengan bawahan. Sangat berbeda dengan teman!”

“kau harus mengerti itu, Alois!”

Suasana disekitar mereka sunyi setelah teriakan Ciel yang menggema itu—kecuali Sebastian dan Claude yang masih sibuk dengan urusan mereka. Alois menatap Ciel yang berdiri di depannya. Hingga akhirnya ia tersenyum, “benar juga. Kau benar Ciel…kau memang benar”

Senyum Ciel ikut mengembang mendengarnya. Ia mengulurkan tangannya, menawarkan bantuan pada Alois, “tapi…maafkan aku, Ciel” suara Alois yang kedua kalinya menghentikan gerakannya. Air mata semakin deras mengalir di pipinya bersamaan ia memandang lekat temannya itu, “…aku tak bisa bersamamu untuk saat ini”

“hah? Whoa!” tiba-tiba sebuah angin kencang berhembus, mendorong dirinya jauh ke balakang.

“wops, tuan muda” refleks, Sebastian langsung menangkap majikannya yang terlempar ke belakang, “anda tidak apa-apa?”

“aku tak apa-apa” ia bangkit dari jatuhnya, “daripada itu, Alois…”

Di depan mereka, cahaya yang hanya sedikit itu seakan memfokuskannya kepada Alois yang sedang berdiri dengan wajah terangkat ke atas, “hei, kau dengar apa yang dikatakan temanku barusan?” teriaknya, amat kencang. Tapi entah dengan siapa ia berbicara, “aku tak akan peduli kali ini kau berbicara apa, tapi ada satu hal saja yang akan kukatakan padamu…”

“aku berbeda darimu!”

GRAK GRAK. Suara seperti sesuatu yang jatuh terdengar. Dan makhluk yang mengelilingi mereka bertiga menghilang, “Alois!” Ciel berlari, hendak menghampiri temannya itu.

“jangan kemari, Ciel!” tapi teriakan Alois menghentikannya, “kumohon, jangan kemari”

“kalian sudah mendengarnya dari Claude, bukan? Bahwa aku akan menghancurkan kedutaan Inggris dan membunuh ratu Victoria?” tanyanya, dengan suara gemetar.

“tapi itu bukan kau, Alois!Kau tidak mungkin berkata seperti itu!” balas Ciel.

“tidak, Ciel. Itu memang benar aku” ia memalingkan wajahnya, “mungkin dia memang bukanlah diriku yang asli, tapi apa yang dikatakan oleh ‘aku’ yang lain itu memang persis seperti yang aku inginkan”

“aku benci dengan ratu Victoria. Setiap kali aku datang ke rumahmu, kau pasti sibuk dengan tugas darinya. Aku tak pernah bisa bermain denganmu” ia menggeretakkan giginya, “memang akulah…orang yang telah berpikir seperti itu. Aku orang yang rendah!”

WHUUSSH. Angin kencang tiba-tiba berhembus dari bawah kaki Alois dan di lantai itu muncul cahaya violet yang membentuk sebuah graffiti aneh. Cahaya itu amat terang, membuat Ciel harus menutup matanya sebentar. Dan ketika ia membuka matanya, ia melihat tubuh temannya perlahan terhisap ke bawah tanah!

“A…Alois!!!” Ciel langsung berlari menghampirinya, tapi pelayannya menahannya, “lepaskan aku Sebastian! Ini perintah!”

Sebastian menggeleng, “maaf, tuan muda. Tapi kali ini aku tak bisa melaksanakan perintahmu”

Anak lelaki dengan rambut pirangnya itu terdiam untuk sesaat, sementara angin kencang terus berhembus keluar, “jadi…“ ia memandang Ciel dengan tatapan sedih, “…inilah balasan untukku karena telah mencoba melakukan hal buruk itu”

“tolong…jaga dirimu baik-baik ya, Ciel...”

“ALOIS!!!”

“TUAN MUDA!!!”

*


Begitu aku terbangun, aku mendapati kami berempat sudah kembali ke dunia nyata, dengan Alois yang kini dalam keadaan koma.

Aku kesal. Aku kesal karena aku tak bisa membantunya. Padahal selama ini dia selalu ada di sampingku, untuk menemaniku, menghiburku jika aku sedang sedih. Tapi aku malah…

Tak mengetahui perasaannya yang sebenarnya…

3 tahun berlalu…

“hah…dingin…” ia memeluk erat tubuhnya yang mengigil, walau sebenarnya ia sudah memakai jaket yang tebal, “musim dingin tahun ini memang tak bersahabat”

“begitu pulang ke rumah, saya akan menyiapkan High Tea hangat untuk anda tuan muda” pelayan yang mengenakan jas buntut hitam mengikutinya dari belakang.

“yah, itu bisa menunggu” balasnya, “hari ini aku mau mengunjunginya”

“sudah 3 tahun berlalu ya? Semenjak kejadian itu...”

“begitulah…” sambil menengadahkan kepalanya, menatap langit, ia tersenyum sedih, “aku harap dia bangun secepatnya. Agar kami bisa bermain seperti dulu lagi”

Gedung putih dengan papan bertuliskan ‘rumah sakit’ itu menampakkan dirinya di mata mereka. Setelah memberitahu ke meja depan, menaiki lift sampai lantai 8, mereka sampai di depan sebuah ruangan. Dan suara-suara terdnegar dari dalam sana.

Matanya sedikit membesar karenanya, dan dengan tak sabaran ia membuka pintu ruangan itu, menampakkan lelaki berkacamata dengan jas buntut hitamnya tengah berdiri dengan wajah datarnya yang biasa di depan seorang anak lelaki berambut pirang. Melihat kedatangan teman baiknya itu, ia memamerkan senyumnya yang cemerlang. Lebih dari biasanya,“oh, selamat datang, Ciel!”

“teman terbaikku!”


                                                                                                                                                         Tamat

Fiuuh…akhirnya selesai juga. Bagaimana dengan ceritanya? Mungkin ada beberapa yang protes ya, bertanya ‘kok Ciel dan Alois bersahabat’? Yah, tapi di dalam mimpi saya, mereka memang bersahabat. Jadi mau bagaimana lagi? Haha.

Kalau sesungguhnya sih, mimpi saya berhenti sampai saat Ciel bertemu dengan Alois di dunia iblis. Dari situ hingga seterusnya saya karang sendiri ceritanya. Silahkan kritik dan sarannya ya :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar