Refresing sebentar ya? Ini fanfic saya yang pertama nih. Jadi maaf-maaf saja ya kalau masih mengecewakan
dan sebagainya. Yaah…namanya juga baru pemula. Huehehe XD
Judul : Pilihan terbaik
Judul : Pilihan terbaik
Genre :
Persahabatan
Character
: Minato Arisato (Persona 3), Yu Narukami (Persona 4)
PILIHAN TERBAIK
Hari itu
begitu cerah. Burung-burung kecil berkicau mengiringi angin sepoi-sepoi yang
berhembus dengan lembutnya. Awan-awan bergerak pelan bak kura-kura, menyelimuti
kota yang ramai dengan aktivitasnya masing-masing. Di depan sebuah rumah sakit
yang terasa sepi, seorang anak laki-laki—berumur 10 tahun dengan perban putih
di dahinya—sedang duduk terdiam sambil menggambar di atas pasir menggunakan
ranting pohon yang ditemukannya. Ia nampak sangat kesepian.
“hai! Kamu
sedang menggambar apa?”
Perhatiannya
sesaat tersita begitu sebuah suara terdengar. Ia menatap anak laki-laki—mungkin
seumur lebih mudah darinya itu—yang telah memberanikan diri untuk
menghampirinya.
“orang tuaku”
jawabnya, “aku sedang menggambar orang tuaku”
“hee…begitu
ya?” ia duduk dan memperhatikan anak laki-laki yang kembali asyik menggambar
itu,”lalu…dimana orang tuamu?”
Goresan
panjang kembali terbentuk di atas pasir. Begitu kasar sehingga terbekas sampai
ke dalam, “mereka…sudah tiada”
Jawaban yang
singkat itu benar-benar membalikkan keadaan 180 derajat. Suasana berubah
menjadi sangat sunyi. Tentu saja ia merasa sangat bersalah dengan pertanyaannya
yang lancang itu, “m…maafkan aku”
“tidak
apa-apa” kembali ia menggambar, “lagipula aku memang ingin melupakan mereka”
Kali ini,
dipasatinya benar-benar gambar yang sedang dibuat oleh anak laki-laki itu. Kini
ia sadar, dari 3 orang yang sedari tadi ia gambar, hanya 1 orang saja yang
gambarnya lengkap. Sementara 2 orang lainnya tak memiliki gambar wajah. Itu
pasti gambar anak laki-laki itu bersama kedua orang tuanya.
“hei,
bagaimana kalau kita bermain?” ia berdiri dari tempat duduknya dan mencoba
mencairkan suasana. Tanpa menunggu persetujuannya lagi, ia langsung menarik
tangannya dan mengajaknya berlari, membuat angin dingin berhembus ke seluruh
tubuh mereka.
“oh ya,
namaku Yu Narukami. Panggil aku Yu saja, ya!” anak laki-laki ceria itu
memperkenalkan dirinya, “siapa namamu?”
Dengan wajah
memerah, ia menjawab, “Arisato. Minato…Arisato”
“Arisato-kun!
Mulai sekarang kita berteman, ya?”
-----
“oh…jadi
besok kamu sudah harus pergi, ya?”
“begitulah”
Yu melempar bebatuan ke dasar sungai, “orang tuaku selalu tugas dinas luar.
Jadi biasanya aku tak bertahan lama di suatu tempat”
Arisato
nampak sedih. Padahal akhirnya ia mendapat teman setelah sekian lama berdiam
diri di rumah sakit. Tapi sekarang malah…
“tenang saja,
Arisato-kun!” suara Yu yang ceria menyadarkan Arisato dari lamunannya, “walau
kita terpisah jauh dan tak bisa bermain bersama lagi, kita akan tetap menjadi
teman untuk selamanya!”
Yu
menyodorkan jari kelingkingnya, “ya?”
Mendengar
semua perkataan itu, ia hanya dapat menatap Yu dengan wajah memerah malu.
Arisato mengangguk pelan dan mengaitkan jari kelingkingnya ke jari teman
pertamanya itu.
7 TAHUN KEMUDIAN…
Bel sekolah
SMA Gekkoukan berbunyi keras. Murid-murid berlari cepat meninggalkan lingkungan
sekolah. Wajah mereka begitu senang setelah pelajaran yang menjenuhkan itu
selesai. Tapi diantara keceriaan anak-anak itu, seorang laki-laki—dengan rambut
biru tua dan MP3 terkalung di lehernya—muncul dengan wajah tertekan. Ia tak
menyangka semua akan berakhir seperti ini. 2 pilihan yang muncul untuk dirinya,
ia harus memilihnya dengan bijak. Jika tidak…
“Aduh!!!”
Lamunannya
langsung terganggu begitu mendengar suara rintih kesakitan yang cukup keras.
Tak jauh darinya, seorang laki-laki—dengan rambut abu-abu—jatuh terduduk di
atas tanah.
“hei, kamu
tidak apa-apa” ia menawarkan bantuan kepadanya.
“thanks!” dan
disambutnya pertolongan itu dengan baik.
Dibersihkannya
debu-debu yang menempel pada bajunya, “cerobohnya aku. Hanya karena batu kecil,
aku terjatuh seperti itu. Terima kasih lagi ya sudah menolong” dan cepat, ia
melihat lambang sekolah di baju anak laki-laki yang menolongnya tadi. Wajahnya
langsung berubah kagum, “oh…kamu dari sekolah Gekkoukan, ya? Sekolah yang
terkenal itu?”
“i…iya”
jawabnya, pelan.
“hebat! Aku
ingin masuk ke sana sih, tapi aku rasa itu tak perlu” ia mengalihkan
pandangannya sebentar dan kembali menatap orang di depannya itu, “apa kamu
punya masalah?”
Pertanyaannya
yang tiba-tiba itu tentu saja membuatnya terkejut. Raut wajahnya menanyakan
mengapa ia bisa mengetahuinya.
“yah…ekspresimu
gampang ditebak sih!” sambil tertawa, ia berkata, seolah-olah mengerti apa yang
hendak laki-laki itu tanyakan, “dan sepertinya…masalahmu itu sangatlah berat,
ya?”
Perlahan
namun pasti, ia mengangguk pelan. Sangat pelan.
“begitu…” ia
menghela napas dan tersenyum kecil, “mungkin aku tak terlalu bisa membantu,
tapi ada satu hal yang ingin kukatakan padamu…”
“yakinlah
akan dirimu sendiri. Pilihlah apa yang kamu anggap benar”
“hidup ini cuma
sekali. Kita tak bisa mengulang apa yang sudah lewat. Yang bisa kita lakukan
adalah menjadikan kesalahan di masa lalu itu menjadi pegangan hidup kita di
masa kini”
Suasana
hening kembali. Ditatapnya anak laki-laki berambut abu-abu itu dengan wajah
agak memerah.
“Lagipula
kita kan masih kelas 2 SMA. Masih banyak hal yang harus kita lakukan. Benar
kan?” senyum lebar menghias wajahnya yang ceria.
“um…aku…” ia
berkata, “aku kelas 3 SMA”
“oh, senior
ya? Maaf, aku tidak tahu” ia sedikit terkejut dan jadi salah tingkah sendiri.
Cepat-cepat ia membungkuk, memita maaf, “tapi…”
“kakak
benar-benar mengingatkanku akan teman masa kecilku”
“teman masa
kecil?”
“iya” kembali
ia menegakkan badannya, “aku bertemu dengannya pertama kali di sebuah rumah
sakit. Waktu itu ia terlihat sangat kesepian dan aku jadi kasihan karenanya.
Yaah…wajar saja sih kalau dia sedih” diam sebentar, “walau aku bisa
menghiburnya saat itu, tapi aku tak bisa menemaninya lebih lama. Karena
keesokan harinya aku sudah harus pergi dari kota ini dan pindah ke tempat yang
jauh…”
Sesaat
mendengarnya, raut wajah anak laki-laki berambut biru itu berubah drastis.
Matanya membesar, seakan-akan terkejut dengannya. Apa mungkin…
“tapi setelah
sekian lama, akhirnya aku kembali ke sini. Sekarang ini aku sedang berencana
untuk mampir ke rumahnya. Semoga saja ia masih ada disana. Ah!” dipandanginya
jam tangan yang terkalung rapi di pergelangan tangan kirinya, “benar juga! Aku harus
segera mengunjunginya! Terima kasih atas bantuannya” membungkuk sekali, “aku
permisi dulu, senior” dan ia pun berlari pergi.
Namun sebelum
ia benar-benar pergi, sepatah kata terdengar amat jelas di telinganya.
“terima kasih
ya, Yu-kun…”
Langkahnya
langsung terhenti. Cepat ia menoleh ke belakang, namun sudah tak ada
siapa-siapa lagi disana. Wajahnya yang tadinya riang gembira, kini berubah
menjadi sedih.
“ternyata itu
memang kau ya, Arisato-kun?”
-----
Angin
sepoi-sepoi berhembus pelan. 2 tahun telah berlalu. Walau begitu, papan makam
bertuliskan “Minato Arisato” masih terawat dengan rapi. Yu duduk di sebelah
makam sambil membersihkan dedaunan yang berguguran.
“hei,
Arisato-kun. Aku datang lagi nih”
“bagaimana
kabarmu disana? Apa kau baik-baik saja?”
“aku sekarang
sudah masuk kuliah lo. Perjuangannya memang berat, tapi aku berhasil masuk
kuliah favorit di kota ini”
Diam
sebentar, “padahal…kuharap kita bisa satu kuliahan nantinya…”
Suasana
begitu sunyi. Wajahnya amat sedih, “apakah ini masalah yang kamu hadapi waktu
itu? Apakah benar ini adalah pilihan yang terbaik, Arisato-kun?”
Angin kembali
berhembus pelan. Lama ia menatap papan makam itu. Langit berubah warna menjadi
oranye, tertanda hari sudah sore. Ia beranjak dari tempat duduknya,
meninggalkan areal pemakaman.
Tapi entah
mengapa dan entah bagaimana. Ia terjatuh! Tepat di tengah-tengah jalan raya.
Rintihan kesakitan keluar dari mulutnya. Namun ia tak segera beranjak berdiri. Kejadian
yang dialaminya barusan, sama seperti kejadian 2 tahun yang lalu. Tak tahu oleh
apa, ia jatuh terjerembab di atas tanah. Dan disaat itulah Arisato datang dan
berkata…
“hei, kamu tidak apa-apa?”
Dan seperti
ada yang menarik tangannya, ia bergerak maju ke depan, membawanya menjauh dari
tengah jalan. Bertepatan dengan itu, sebuah truk melaju kencang dan akhirnya
menabrak tiang papan jalanan.
Sementara
orang-orang berkerumun menolong korban kecelakaan itu, Yu hanya bisa duduk
termenung karena kejadian yang begitu cepat tadi.
Apa yang
barusan saja terjadi?
Yang ia
ingat, tadi ia terjatuh di atas tanah karena sesuatu. Lalu ia mengenang akan
masa lalunya saat ia mengalami hal yang sama. Dimana Arisato datang menolong
sambil berkata…
“hei, kamu tidak apa-apa?”
Dan disaat
itulah, ia mengerti. Ia mengerti apa yang baru saja terjadi. Saat ia masih terjatuh
dan terduduk di tengah jalan tadi, ia mendengar sebuah suara. Suara temannya
yang sangat berharga. Suara Arisato-kun.
Tak terasa,
air matanya mengalir dari pelupuk matanya. Ia menatap langit oranye yang kini
nampak lebih indah dari biasanya itu.
“kau
memberikanku kesempatan untuk tetap hidup ya…Arisato-kun?”
TAMAT