Selasa, 25 Juni 2013

HSJ Fanfic ~ Yuto's Riddle


Title : Yuto's Riddle
Cast : Nakajima Yuto, adiknya dan lelaki berbaju hitam serta para member HSJ lainnya. Tapi kebanyakan HSJ 7 sie yang muncul. Hehehee
Genre : detektif

Start~

Hari yang cerah, membuat hati seorang laki-laki bernama Nakajima Yuto tenang. Burung-burung berkicau dan matahari menyinari terang kamar yang ia tempati, membuatnya terbangun dengan sendirinya dari tidur lelapnya. Jam kamarnya menunjukkan pukul 08.00 AM.

“benar juga. Yama-chan menyuruhku untuk datang ke rumahnya hari ini” pikirnya.

Segera saja ia berpakaian rapi dan berlari menuju rumah Yamada yang berjarak cukup jauh dari rumahnya. Namun, setibanya disana ia tak menemukan siapapun. Yang ada hanyalah adiknya, Raiya, yang entah mengapa tengah membersihkan rumah Yamada.

“Raiya? Mengapa kamu ada disini? Dimana Yama-chan?” tanya Yuto, kebingungan.

Ia menghentikan kegiatannya sebentar, “sejak kemarin Yamada-niichan pergi keluar. Yamada-niichan memintaku untuk menjaga rumahnya selagi ia pergi” balasnya dengan wajah polos. Yuto mengangguk-angguk saja.

“oh iya” Raiya merogoh saku celananya, “Yamada-niichan menitipkan ini padaku. Katanya berikan surat ini kalau nii-san datang” diberikannya secarik kertas pada kakaknya yang bertuliskan sebuah pesan aneh.

Kami pergi sebentar. Di depan matahari, 50 : 10 kali

Alis Yuto terangkat sebelah. Bingung, “Raiya...apakah kamu tahu apa maksud dari...”

Kata-katanya terhenti. Sesaat, ia menatap nanar ke depan, tak percaya dengan apa yang ia lihat. Adiknya, Raiya, telah jatuh tergeletak di atas lantai dengan tubuh bersimbah darah segar.

“RAIYA!!!” Yuto bergerak maju, merangkul adiknya yang terbaring tak berdaya.

“uukh...nii-san...” suara adiknya terdengar, terbata-bata. Yuto nampak lega dan tersenyum cemas.

“tenang saja...aku akan segera membawamu ke rumah sakit!” hibur kakaknya dan beranjak akan pergi.

“tidak usah...nii-san. Itu tidak perlu...” rintih adiknya, amat pelan. Yuto langsung menghentikan gerakannya, “nii-san...Yamada-niichan berkata…untuk…carilah arti pada surat itu...ukh...” ia merintih sekali lagi, “tolong ya…nii-san

Hanya itu kata-kata yang berhasil diucapkan adiknya. Sebentar saja, ia jatuh, tak bergerak. Meninggalkan kakaknya yang menatap kejadian yang terjadi dalam sekejab mata itu dengan pandangan tak percaya. Tak sadar, air mata Yuto langsung mengalir deras. Diletakkannya tubuh adiknya yang sudah terbujur kaku itu, berjalan keluar dari rumah Yamada dan menutup pintunya. Ia tak sanggup melihat keadaan adiknya.

”pasti, Raiya! Aku pasti akan mencari arti dari surat ini!” gumamnya.

Ditatapnya secarik kertas dari Yamada itu dan dibaca ulang, “di depan matahari...50 : 10 kali” pikirnya, “matahari terbit di arah timur...berarti di depan matahari adalah barat. 50 : 10 = 5. Apa maksudnya adalah 5 langkah ke arah barat?”

Dialihkannya pandangannya ke arah barat rumah Yamada. Walau agak ragu, dicobanya saja. Ia melangkah dari tempatnya ke arah barat 5 langkah. Tepat setelah ia berhenti, sebuah gundukan tanah yang masih baru terlihat jelas olehnya.

“Hn? Apa Yama-chan mengubur sesuatu disini?” pikir Yuto. Karena sudah penasaran, langsung saja ia menggali ulang gundukan tanah itu dengan tangannya, membuat seluruh tangannya kotor diselimuti lumpur. Begitu mencapai batasnya, terlihat sebuah kotak kecil seukuran kotak cincin berwarna merah kecoklatan akibat tertimbun tanah. Begitu ia buka kotak itu, nampak secarik kertas yang digulung hingga setipis lidi. Disana juga tertulis sebuah pesan singkat.

Gagak hitam berputar-putar menunggu mangsa. Datang menghampiri

Lagi. Ia tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tapi yang pastinya, kode ini mengarah ke akhir misteri. Dimana ia akan menemukan arti dari kematian adiknya dan mengapa Yamada menghilang. Ia berjalan-jalan, menjauh dari rumah Yamada menuju tempat yang lebih ramai. Namun ia tak menemukan apapun disana. Yang ada hanyalah beberapa orang yang lalu lalang melakukan pekerjaan mereka masing-masing. Tapi yang menarik perhatiannya adalah lelaki tua yang mengenakan baju serba hitam serta membawa koper besar yang juga berwarna hitam.

“gagak hitam...” pikirnya lagi, “kalau tidak salah Keito pernah memberitahuku bahwa di Amerika, CIA disamakan dengan gagak hitam karena dari cara kerja dan taktik mereka menyelesaikan tugas secara misterius. Apa orang itu CIA?” terka Yuto, asal.

Tapi setidaknya ia mencoba dulu bertanya padanya. Segera Yuto berlari, menghampiri lelaki yang masih berdiri sambil memperhatikan jam tangannya itu. Namun...

DOR

Dalam sekejab mata, lelaki itu jatuh dengan banyaknya cairan merah mengalir keluar dari dada sebelah kirinya. Tubuh Yuto seketika bergetar. Ia langsung mengalihkan pandangannya, menatap seseorang yang berdiri tak jauh darinya dengan moncong pistol terarah ke depan. Dan yang paling mengejutkan adalah ia mengenal siapa pemegang pistol itu. Tak lain dan tak bukan adalah sahabatnya sendiri. Yamada Ryousuke!

“Y...Yama-chan!”

Tapi belum sempat ia menghentikannya, Yamada sudah berlari pergi meninggalkannya. Ia hanya bisa terdiam, tak dapat berbuat apa-apa. Dipandanginya koper hitam yang masih dipegang lelaki berbaju hitam itu. Entah mengapa rasa penyesalan muncul di dalam dirinya. Tapi cepat saja, ia mengambil koper itu dan membukanya. Disana, tertempel secarik kertas yang juga bertuliskan sebuah pesan aneh.

Kerumunan orang. Menjulang tinggi dengan warna merahnya yang gagah

Satu lagi pesan aneh. Ditariknya kertas itu dan diremasnya kuat-kuat, “Yama-chan...ada apa denganmu?”

#

Di dalam bus, ia masih sibuk memikirkan pesan aneh itu. Tapi, walau sudah berkali-kali ia memikirkannya, ia tetap tak mengerti. Hembusan napas terdengar jelas, keluar dari mulutnya. Pandangannya menatap kosong keluar jendela, menatap lautan gedung-gedung tinggi nan mewah. Di tengah-tengah bangunan itu, berdirilah Tokyo Tower.

“sungguh indah Tokyo Tower itu…” pujinya, pelan. Seharusnya siapapun yang melihat pemandangan indah itu akan terkagum dan perasaan akan berubah tenang. Tapi tidak baginya. Ia malah tersentak kaget, seakan-akan teringat sesuatu.

“Tokyo Tower! Itu dia! Pak supir, hentikan mobilnya…segera!” teriak Yuto, keras. Mendengar perintah Yuto yang tiba-tiba itu, langsung saja ia menginjak rem. Yuto berlari keluar bus, menuju Tokyo Tower yang jauh dari pandangannya.

“menurut pesan itu, “menjulang tinggi” menunjukkan sebuah bangunan. “dengan warna merahnya yang gagah” artinya sebuah bangunan berwarna merah . Di Tokyo, satu-satunya bangunan berwarna merah yang dikunjungi banyak orang hanyalah Tokyo Tower!”

Seperti yang ia duga, begitu sampai disana banyak sekali orang yang lalu lalang dibawah Tokyo Tower. Dan entah mengapa, ia melihat Morimoto Ryutaro tengah membagikan selebaran disana.

“Ryu!” panggil Yuto, sambil berteriak. Dan itu berhasil mengalihkan perhatian Ryutaro dari “kerja sambilan”-nya itu, “apa yang kau lakukan disini?”

“oh...hai Yuto-kun!” sapa Ryutaro dari kejauhan, dengan senyum lebar mengembang di wajahnya. Segera saja, Ryutaro berlari menghampiri temannya itu, “Yama-chan memintaku untuk menggantikannya kerja sambilan. Oh ya...ambillah brosur ini” tawar Ryutaro, “Yama-chan menitipkannya padaku” sarannya.

Mendengar itu, Yuto agak terkejut, “Yama-chan?” dan cepat, ia langsung mengambil salah satu brosur itu. Hanya brosur biasa, yang menawarkan restoran yang baru buka. Tapi tulisan di bawah brosur itu yang menarik perhatiannya. Disana tertulis “balik kertas”. Tanpa disuruh dua kalipun, ia memutar balik kertas itu. Ada sebuah pesan tertulis disana.

Hujan turun. Menghampiri orang berbaju biru

Mata Yuto membelalak kaget. Pesan lainnya! Melihat ekspresi Yuto yang tiba-tiba berubah kaget itu, Ryutaro jadi penasaran.

“hei, Yuto-kun. Apa yang kamu…ugh!” kata-katanya sesaat terhenti. Wajahnya langsung berubah pucat. Yuto yang awalnya ingin bertanya pada Ryutaro mengenai brosur ini, membatalkan niatnya. Ia menatap Ryutaro, shock. Tubuhnya kembali bergetar.

Ryutaro mencoba melihat dari balik bahunya, seseorang yang menempel tepat di belakang punggungnya. Yamada Ryousuke. Dengan tatapan yang menusuk dan senyum menyeringai, kedua tangannya memegang erat pisau dapur yang tertancap dengan dalamnya di punggung bagian bawah Ryutaro.

“R...RYUTARO!”

Bersamaan dengan itu, Yamada menarik paksa pisau dapur yang tertancap itu, membuat darah segar keluar dengan derasnya dari punggung Ryutaro. Yamada langsung berlari pegi, menyusup di antara kerumunan orang banyak dan Ryutaro langsung jatuh tak berdaya dengan disekelilingnya orang-orang yang berteriak histeris melihat kejadian sekejab itu.

“Ryu...Ryutaro...” Yuto berlari menghampirinya dan mengguncang-guncang tubuh Ryutaro sekuat mungkin, mencoba menyadarkannya. Namun tak ada reaksi. Air matanya kembali mengalir, tapi segera ia memalingkan wajahnya, berusaha bersikap tegar. Sementara polisi sekitar berusaha menolong, dibantu beberapa pengunjung lainnya, Yuto berlari pergi meninggalkan kerumunan dengan air mata yang terus mengalir deras.

#

Ia menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal. Bingung dengan pesan itu, “disini tertulis hujan. Tapi jelas-jelas hari ini sedang cerah” gumamnya.

“dan lelaki “berbaju biru” ini...” pandangannya berkeliling, melihat kerumunan orang disekelilingnya, “tapi hari ini banyak sekali yang memakai baju biru!”

Dengusan napas kesal terdengar jelas. Pandangannya terus menatap ke setiap bangunan yang menjulang tinggi di sekitarnya. Disekitar tempat ia berdiri, ada banyak mall disana. Salah satunya mall dengan tv yang menunjukkan hari dan tanggal berapa serta keadaan cuaca hari ini. Melihat itu, ia diam sebentar dan berpikir. Tapi begitu menyadarinya, ia berseru.

“benar juga! Ramalan cuaca!” teriaknya, “beberapa hari yang lalu, hujan terus mengguyur kota Tokyo. Dan tv pada mall ini menunjukkan keadaan cuaca pada hari-hari itu!”

“berarti pesan ini mengarah pada mall disana!” ia mengarahkan telunjuknya pada mall mewah yang berdiri tepat di depannya. Dan kebetulan, jari telunjuknya menunjukkan ke arah seorang lelaki berbaju biru yang ia kenal. Chinen Yuri.

“oh...” sepertinya Chinen menyadari keberadaan Yuto, “Yuto-kun...konichiwa!” sapanya dengan nada bicara yang ceria. Ia berlari-lari kecil menghampiri Yuto dan berbicara dengannya sambil melompat-lompat layaknya kelinci, “akhirnya kamu datang juga! Aku bosan menunggumu yang lama sekali datang!” serunya. Yuto tampak bingung mendengarnya. Seingatnya ia tak punya janji apapun untuk bertemu dengan Chinen hari ini.

“Yama-chan menitipkan ini padaku!” ucapnya, sambil memberikan secarik kertas dibungkus plastik pada Yuto, “ia bilang berikan ini kalau Yuto-kun datang, tapi ia memaksaku untuk tetap diam disini! Yama-chan memang aneh, ya?!”

Melihat kertas itu, alis Yuto terangkat. Ia mengambil kertas itu dan juga menarik Chinen ke sampingnya, “kamu tak boleh jauh-jauh dariku ya! Mengerti?” perintah Yuto, tegas. Walau chinen nampak bingung, ia mengangguk saja. Mereka berdua sama-sama membaca surat yang dititipkan Yamada itu.

Teriakan menggema. Bintang pertama muncul dengan indahnya di langit siang

“bintang di langit siang?” serempak mereka saling pandang.

“apa sekarang bintang bisa muncul di siang hari ya?” tanya Chinen, polos.

“tentu saja...tidak!”

CREB

Chinen langsung terkejut. Sementara Yuto bereaksi mendengar jawaban dari suara yang ia kenal itu. Seperti yang ia duga, begitu ia menoleh ia mendapati Yamada tengah berdiri dengan gagahnya dan senyum seringai di wajahnya. Di tangannya, terdapat sebuah buket mawar merah besar. Tentu saja kali ini ia ingin menghentikan Yamada, tapi...

“Ukh...Yuto-kun...” suara rintihan Chinen terdengar di telinganya. Ia jatuh, sambil memegang kaki sebelah kirinya.

“Chinen, ada ap...” tapi pertanyaannya itu segera terjawab melihat sesuatu pada kaki kiri Chinen.

Sebuah mawar merah tertancap dalam di kaki bawahnya. Itu panah beracun! Yamada tersenyum menyeramkan, “racun itu akan menyebar ke seluruh tubuhnya dalam sepersekian detik. Ia tak akan selamat!” dan sesaat ia berjalan dengan tenangnya meninggalkan Yuto yang berusaha menolong Chinen.

Dengan napas tersenggal-senggal, ia berbicara sepotong-sepotong pada Yuto, “Y...Yuto-kun...kamu harus memecahkan pesan itu...ukh...” Chinen terbaring di atas tanah, “dan…mengapa Yama-chan…melakukan ini

“C...Chi...” Yuto masih memegang Chinen, namun ia sudah tak bergerak lagi. Tak berbicara lagi. Kembali ia sedih. Ia kesal. Ia kesal tak dapat melindungi teman-temannya.

“akan kuselesaikan!” tekadnya, “akan kuselesaikan misteri ini dan menghentikan Yama-chan!”

#

Ia memandang peta kota Tokyo dengan bingung. Tak ada tempat yang berhubungan dengan pesan itu. Ia sudah mencari selama berjam-jam tapi tetap tak ketemu juga. Kini jam sudah menunjukkan pukul 04.45 PM. Ia harus cepat! Selagi ia masih bingung memikirkan hal itu, sepasang kekasih lewat di depannya.

“hari ini aku mau pergi ke taman! Kita bisa menikmati udara yang segar disana!” pinta seorang perempuan pada pacarnya, dengan nada manja.

“baiklah...baiklah...” balas pacarnya itu, tersenyum.

Sementara mereka masih asyik berbincang-bincang, Yuto terdiam mendengarnya. Ia rasa ia mengingat sesuatu sesaat emndengar pembicaraan singkat tersebut. Dan akhirnya ia menyadari apa yang membuatnya bingung.

“Benar juga! Disanalah tempatnya!”

Ia sampai di taman bermain “Tropical Land” yang dipenuhi pengunjung. Bertepatan dengan kedatangannya, pesta kembang api tengah diadakan. Yuto tersenyum puas memandangnya, “taman bermain “Tropical Land” ini akan mengadakan pesta kembang api di tiap-tiap jam tertentu. Jadi ini maksudnya dengan “bintang di langit siang” itu, ya...” pikirnya.

Ya...tapi sebaiknya ia jangan terlalu keasyikan menonton pesta kembang api itu. Ia harus menyelesaikan misteri yang menyelimuti dirinya ini. Segera ia memandang sekeliling, mencoba mencari petunjuk. Tapi yang ia dapat adalah seorang kakek tua melambai-lambai ke arahnya dari balik kios yang sepi pengunjung. Sepertinya ia meminta Yuto untuk bermain di tempatnya. Dan benar apa yang ia duga.

“ayolah...coba main “lempar bola kaleng” ini…” pintanya, “kalau kamu berhasil menjatuhkan seluruh kaleng itu, kamu akan mendapat hadiah...”

Sebenarnya Yuto ingin menolak, tapi ia kasihan juga. Mau tak mau, ia terima saja tawaran itu. Dan sepertinya hari ini ia sedang bernasib baik dalam permainan ini. Ia berhasil menjatuhkan seluruh kaleng yang ada, tanpa ia duga-duga. Sebagai hadiahnya, ia mendapatkan boneka teddy bear berwarna coklat yang sangat besar. Ia sama sekali tak membutuhkannya, namun pandangannya menatap pada sesuatu yang berada di kantung teddy bear itu. Secarik kertas. Diambilnya dengan rasa penasaran kertas mungil itu. Di kertas itu, tertulis pesan yang sejak tadi ia cari.

Amerika + Nyamuk. Tempat tertinggi disana

“i...ini...” cepat ia kembali menatap ke depan, ingin bertanya mengenai kertas itu. Namun kakek tua tadi sudah tak ada. Hilang seperti asap. Tentu saja Yuto kebingungan, namun segera ia melupakannya. Ia harus memecahkan kode itu agar ia dapat menghentikan semua kejadian aneh ini. Begitu keluar dari taman bermain, ia langsung melihat pada peta kota Tokyo itu sekali lagi.

“Amerika...Nyamuk...” gumamnya, “dalam bahasa inggris Amerika adalah “America” dan nyamuk adalah “mosquito”...tapi apa hubungannya dengan kota Tokyo?”

Ia kembali mencoba. Pandangannya berkeliling ke tiap sudut peta, mencoba mencari kesamaan Amerika dan nyamuk dengan kota-kota pada Tokyo. Tapi entah mengapa pandangannya berhenti pada kota bertuliskan “Beika”.

“Beika?” lama ia pikirnya. Hingga akhirnya ia menyadari apa itu, “ya! Beika!”

“bahasa Jepang Amerika adalah “Bei” dan nyamuk adalah “Ka”. Tanda tambah ditegah-tengah kata ini dimaksudkan untuk menggabungkan kedua kata itu. Dan jadilah Beika!”

“lalu pada kata “tempat tertinggi disana”, sebuah bangunan tertinggi di kota Beika...” gumamnya lagi. Jari telunjuknya mengarah pada salah satu nama, “hotel Beika City!”

#

Ia melangkah turun dari dalam taksi, menatap tingginya hotel itu dari bawah. Sekarang ia akan masuk, mencari petunjuk mengenai Yamada disana. Tapi sesaat, sebuah suara menghentikan langkahnya.

“oh...Yuto-kun!”

Pandangannya langsung teralih, menatap seseorang yang berjalan perlahan menghampirinya dengan menyunggingkan senyuman tipis yang khas. Okamoto Keito.

“Keito-kun? Apa yang kamu lakukan disini?” tanya Yuto, sedikit terkejut dengan kedatangannya.

“I have an appointment with my friend here. Aku punya janji dengan temanku disini” balasnya, menggunakan campuran bahasa Inggris yang fasih dan logat Jepang yang khas, “kamu sendiri sedang apa disini?”

“eee…aku…” Yuto terdiam sebentar, “aku hanya jalan-jalan saja…” ia berusaha mengelak, tak ingin Keito tahu masalah yang sebenarnya terjadi. Namun wajah Yuto yang pucat membuat Keito penasaran.

“apa kamu punya masalah?” tanya-nya langsung, “wajahmu nampak pucat”. Yuto sedikit terkejut, kembali ia diam. Tapi kalau dipikir-pikir, ada baiknya ia memberitahu Keito.

“Keito...aku...” ia mencoba meyakinkan Keito dengan menatapnya. Namun kata-katanya langsung terhenti begitu melihat seseorang tepat di belakang punggung Keito sambil membawa pedang katana panjang

“K...Keito...AWAS!!!”

Tapi sepertinya peringatan itu terlambat. Keito bahkan tak sempat menoleh. Cepat namun pasti, pedang katana itu menebas punggung Keito dua kali, memberi luka berbentuk X disana. Serangan tiba-tiba itu malah tak dapat membuat Keito bereaksi sedikitpun. Wajahnya saja yang langsung memucat dan darah segar mengalir keluar dari luka besar yang menganga itu. Begitu ia terjatuh, barulah Yuto melihat siapa yang melakukan itu pada Keito. Dia adalah orang yang sejak tadi ia cari. Yamada Ryousuke.

Langsung saja, Yamada berlari memasuki hotel Beika lewat pintu belakang. Tapi Yuto tak mengejarnya. Ia tak punya waktu! Ia harus menyelamatkan Keito selagi bisa.

“K...Keito-kun...” Yuto menghampiri Keito dengan wajah pucat.

“aku tak menyangka...akan begini akhirnya...” rintih Keito sambil tersenyum tipis. Sepertinya sudah tak ada waktu lagi membawa Keito ke rumah sakit. Darahnya terlalu banyak keluar. Gemetar, Keito menggenggam tangan Yuto, “Yuto-kun...tolong cari tahu…mengapa Yama-chan melakukan ini semua…ya?

Sebentar saja, genggaman tangannya melemah dan kian melemah. Yuto hanya dapat menggigit bibirnya. Bahkan Keito juga. Ia tak dapat melindungi teman-temannya. Ia benar-benar payah! Ditatapnya sebentar kertas kecil yang diberikan Keito pada saat-saat terakhirnya tadi.

55 - 27

Sepertinya ini adalah kode terakhir yang ada. Ia yakin, Yamada pasti ada di dalam sana.

“Aku harus menyelesaikan ini semua! Sebelum jatuh korban lebih banyak lagi!”

#

Ia berjalan-jalan sambil memandang kesekeliling. Jam menunjukkan pukul 22.05 PM. Sudah larut malam. Kini ia sedang berada di area parkir mobil bawah tanah hotel beika City, “55 - 27= 28...” gumamya, “saat aku bertanya pada receptionist tadi, mereka hanya meminjamkan loket penitipan sampai angka 25 dan kamar nomor 28 belum ditempati...berarti yang tersisa hanyalah tempat parkir ini...”

Tak membutuhkan waktu lama, ia menemukan tempat parkir bernomorkan 28. Tapi sepertinya ada sesuatu yang aneh pada angka itu. Di sebelah angka 8, ada bekas angka 0 yang dibuat menggunakan kapur dan dihapus kembali, “280? Jangan-jangan...” ia menerka-nerka, “angka 280 ini menunjukkan kamar 280! Dan ada kemungkinan Yamada berada di sana!”

Segera saja ia berlari, menaiki lift dan pergi menuju lantai 15, dimana kamar 280 berada. Tak sampai 5 menit, ia sudah sampai di lantai 15. dan bertepatan dengan itu, ia melihat Yamada tengah memasuki kamar 280. Yuto tersenyum puas dengan wajah yang nampak amat kelelahan.

“akhirnya kutemukan!”

Ia berjalan, berjingkat-jingkat menghampiri kamar itu. Dibukanya pintu kamar dengan perlahan, namun ia tak dapat melihat apapun karena lampu kamar dimatikan. Tanpa pikir panjang lagi, ia berjalan masuk ke dalam kamar itu dan...

BRAK

Pintu di belakangnya langsung tertutup. Belum sempat Yuto menoleh, seseorang menahan gerakannya dengan pisau berlumuran darah yang berada tepat di depan leher Yuto. Wajah Yamada yang dingin dan menyeramkan nampak di samping wajahnya.

“kamu punya nyali yang cukup besar sampai bisa sejauh ini...” ujarnya, dengan nada menusuk. Yuto tak dapat berkutik.

“tenang Yama-chan...jangan terburu-buru...” Sebuah suara terdengar dari balik kegelapan. Yamada langsung menghentikan gerakannya, “bagaimana kalau kita beri dia sambutan “selamat datang” terlebih dahulu?” suara itu kembali terdengar. Awalnya Yuto tak yakin, tapi begitu mendengarnya untuk kedua kalinya, kini ia menyadari bahwa ia mengenal suara itu.

Perlahan, orang yang berbicara pada Yamada tadi berjalan maju, muncul tepat di hadapannya dari balik kegelapan. Orang yang selama ini ia kagumi dan ia patuhi. Johnny Kitagawa. Terlalu shock, membuatnya tak dapat berkata-kata selain menatap ke depan dengan pandangan tak percaya. Tapi sepertinya lelaki itu nampak biasa saja menghadapi reaksi Yuto yang tak diduga-duga itu. Senyum seringai terpajang di wajahnya.

“wajahmu tak usah seperti itu, Yuto-kun...” ujarnya, pelan. Diangkatnya tangan kanannya, mengarahkan moncong pistol ke hadapan wajah Yuto. Wajahnya lebih menakutkan dibanding tadi, “nah sekarang...bagaimana kalau kita mulai saja sambutan “selamat datang”-nya?” tanya-nya, seakan-akan memberi pilihan. Pelatuk pistol sudah akan ditarik. Yuto pasrah saja dan hanya dapat menutup mata kuat-kuat. Setidaknya, ia akan menyusul adiknya dan semua teman-temannya disana.

DOR

Ia yakin. Ia yakin. Ia yakin kalau pistol sudah ditembakkan. Namun ia tak merasakan apapun. Ia tak merasakan sakit ataupun yang lainnya. Begitu ia membuka matanya, Jhonny Kitagawa masih mengarahakn moncong pistol di hadapannya. Tapi bukannya peluru besi yang keluar dari pistol itu, melainkan sebuah kertas bertuliskan “Happy Birthday”.

Seketika lampu kamar itu menyala, terang benderang. Pinata besar yang tergantung di atas kepala Yuto pecah, menjatuhkan beribu-ribu kertas kecil warna-warni. Terlihat hiasan pesta dengan balon warna-warni terpasang di setiap sudut. Semua kakak seniornya, teman-temannya bahkan adiknya dan lelaki asing berbaju hitam-hitam tadi berada di satu kamar itu, mengelilingi sebuah kue tart besar 2 tingkat bertuliskan “Happy Birthday Nakajima Yuto”.

“KEJUTAN!!!” mereka bersorak gembira. Yamada hanya tersneyum dan melepaskan pegangan tangannya dari Yuto yang terbengong-bengong dengan ini semua. Mulutnya ternganga lebar, tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

“SELAMAT ULANG TAHUN YUTO-KUN!!!” seru mereka semua, kompak.

“eh? Ulang tahun?” bengong sesaat, sebelum akhirnya ia sadar. Benar juga, ini hari ulang tahunnya!. Tapi tunggu dulu. Ada hal yang lebih penting dari itu, “Raiya? Ryutaro? Chinen? Keito? Bahkan lelaki berbaju hitam itu...bukankah kalian...” Yuto tak dapat melanjutkan kata-katanya.

“maaf, nii-san...semuanya hanya drama kecil saja!” balas adiknya, sambil menjulurkan lidah.

“Chinen Yuri-sama yang memintaku untuk berpartisipasi dalam drama ini...” jelas lelaki berbaju serba hitam itu sambil tersenyum tipis. Yuto masih saja terbengong.

“papa Johnny yang merancang ini semua!” jelas Chinen pada Yuto yang kebingungan itu, “awalnya Daiki menawarkan untuk pesta ulang tahun biasa saja, tapi ide yang satu ini lebih diminati semua orang. Dan kami memilih Yama-chan untuk berperan menjadi penjahat Karena ia lebih berbakat memerankannya dibandingkan kami” ucapnya sambil memandang Yamada yang tersenyum puas.

“kami meminta orang-orang disekitar yang bersangkutan untuk bekerja sama” jelas Keito, melanjutkan, “mereka sudah tahu bahwa semua itu hanyalah sebuah drama dan sebisa mungkin untuk mengikutinya dengan lancar dari awal sampai akhir”

“bahkan seluruh orang yang ada di Tokyo Tower?” tanya Yuto, masih tak percaya. Mereka mengangguk dan tersenyum tanpa dosa. Yuto menggeleng-geleng kepalanya, dan mencoba mengingat semua yang terjadi.

“a...aku benar-benar ketakutan...” tuturnya, “a...aku benar-benar takut kalau ternyata kalian semua memang sudah mati. T...tapi...tapi...tapi...”

“sudahlah Yuto-kun...jangan dipikirkan lagi...” hibur papa Johnny sambil merangkul pundak Yuto, “setidaknya semua berakhir baik dan tak terjadi apapun bukan?”

“ya! Ayo kita rayakan pestanya!” seru Hikaru, kegirangan.

Mereka mulai berpesta, tanpa menunggu persetujuan dari tuan rumahnya dulu. Yuto masih saja terbengong dengan semua kejadian yang menimpanya ini. Bingung. Namun perlahan, Yamada menghampiri Yuto dan menepuk pundaknya. Dilihatnya Yamada tersenyum tipis, seakan-akan memberi perintah untuk menikmati hari ini. Ia berjalan meninggalkan Yuto, memasuki kerumunan orang yang sedang berpesta itu.

Yuto masih sempat terdiam, namun tak lama ia tersenyum. Ya. Sebaiknya ia menikmati hari bersejarahnya ini. Daripada ia terlambat. Karena ia tak akan pernah tahu, mungkin suatu hari nanti apa yang ia alami hari ini benar-benar akan terjadi di kemudian hari.

DOR

“YUTO-KUN!!!”

Trick in Yuto's Riddle

Rata-rata mereka semua menggunakan kantung berisi cairan merah

Raiya : saat Yuto lengah, ia menumpahkan cairan merah ke lantai dan berbaring diatas cairan tersebut.

Lelaki berbaju hitam : sebenarnya Yamada menembak dengan peluru kosong. Bersamaan dengan bunyi tembakan yang terdengar, lelaki itu memecahkan kantung berisi cairan merah yang disembunyikan di balik jas pada dada bagian kirinya.

Ryutaro : setelah menggunakan baju anti peluru, Ryutaro meletakkan kantung berisi cairan merah di punggung bagian bawah, tempat dimana Yamada akan menusuknya nanti. Baju anti peluru digunakan untuk menahan Yamada agar tak menusuk Ryutaro terlalu dalam.

Chinen : sebenarnya Chinen hanya menempelkan mawar di kaki sebelah kirinya. Dengan timing yang tepat, Chinen berpura-pura seakan-akan Yamada melempar panah beracun berbentuk bunga mawar pada saat itu.

Keito : sama seperti Ryutaro, setelah mengenakan baju anti peluru, Keito meletakkan bantal air tipis selebar tubuhnya berisi cairan merah di belakang punggungnya.